Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Itu Quiet Quitting?

Apa Itu Quiet Quitting? Man sitting beside woman using smartphone. | Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Quiet Quitting adalah pola kerja karyawan yang hanya bekerja dalam jam kerja yang ditentukan dan terlibat dalam aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan hanya dalam jam tersebut. Terlepas dari namanya, filosofi quiet quitting tidak terkait dengan berhenti dari pekerjaan secara langsung, tetapi lebih tepatnya melakukan hanya apa yang dibutuhkan pekerjaan itu.

Quiet quitting tidak menghabiskan lebih banyak waktu, tenaga, atau antusiasme daripada yang benar-benar diperlukan. Pada wal 2020-an, quiet quitting muncul sebagai tren yang banyak dipublikasikan di Amerika Serikat dan di tempat lain.

Reaksi para manajer terhadap fenomena tersebut beragam. Beberapa memberikan toleransi, karena pasar tenaga kerja yang ketat dalam beberapa tahun terakhir membuat sulit mencari pengganti SDM. Sementara yang lainnya menanggapi quiet quitting dengan keras atau memecat karyawan yang mereka anggap malas.

Baca Juga: Apa Itu 360 Degree Feedback?

Faktanya, "quiet firing atau pemecatan diam-diam" telah menjadi ungkapan tersendiri untuk mendorong karyawan yang malas mengundurkan diri. Frasa ini juga bisa berarti pemberi kerja mengurangi lingkup tanggung jawab pekerja untuk mendorong mereka berhenti secara sukarela.

Pada tahun 2022, quiet quitting mengalami lonjakan popularitas di berbagai publikasi setelah video TikTok viral yang terinspirasi oleh artikel Business Insider. Pada tahun yang sama, Gallup menemukan bahwa kira-kira setengah dari tenaga kerja AS adalah orang yang mudah menyerah.

Istilah "quiet quitting" memiliki nuansa makna yang berbeda tergantung pada sumbernya. Mungkin mereka berpikir sebagai pekerja yang terlibat menetapkan batas-batas yang wajar, tetapi bos mereka mungkin melihat mereka sebagai pemalas yang sengaja berkinerja buruk.

Perspektif lain yang membedakan "quiet quitting" dari "work-to-rule" mengemukakan bahwa tujuan utama dari quiet quitting bukanlah untuk mengganggu tempat kerja, melainkan untuk menghindari kelelahan bekerja dan untuk lebih memperhatikan kesehatan mental serta kesejahteraan pribadi.

Jika perkiraan Gallup bahwa setidaknya 50% dari tenaga kerja AS dapat diklasifikasikan sebagai orang yang mudah menyerah adalah akurat, maka jumlahnya akan lebih dari 80 juta, menurut data Biro Statistik Tenaga Kerja AS terbaru tentang status pekerjaan orang Amerika.

Karyawan yang introvert adalah kandidat yang paling mungkin untuk quiet quitting karena mereka tidak menyukai konflik dan jauh lebih mungkin menarik niat baik mereka secara diam-diam dan tanpa drama.

Quiet quitting adalah gejala manajemen yang buruk. Sehingga, harus ditangani keterlibatan manajer. Hanya satu dari tiga manajer yang terlibat di tempat kerja. Kepemimpinan senior perlu melatih kembali manajer untuk menang di lingkungan baru.

Manajer harus belajar bagaimana melakukan percakapan untuk membantu karyawan mengurangi keterputusan dan kelelahan. Manajer yang berada dalam posisi untuk mengenal karyawan sebagai individu akan meningkatkan produktivitas karyawan. Setiap organisasi membutuhkan budaya di mana orang-orang terlibat dan merasa mereka menjadi bagiannya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Bagikan Artikel: