PHK Massal Startup Besar dari Shopee hingga GoTo: Bubble Burst dan Dampak pada Ekosistem
Menambah daftar pemutusan hubungan kerja (PHK) ratusan karyawan di perusahaan besar dan ternama di Indonesia seperti Shopee Indonesia, LinkAja, Sicepat, Tokocrypto, Tanihub, Zenius, JD.ID, Pahamify, Mobile Primier League, Indosat Ooredoo Hutchison, Xendit, dan Lummo, baru-baru ini PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) dan PT Ruang Raya Indonesia (Ruangguru) memberikan kabar mengejutkan dengan melakukan PHK terhadap sejumlah besar karyawannya.
Diketahui, GoTo telah melakukan PHK terhadap 12% dari jumlah seluruh karyawan perusahaan atau setara dengan sejumlah 1.300 orang karyawan. Sementara Ruangguru memberikan konfirmasinya terhadap jumlah karyawan yang di-PHK menyampaikan bahwa jumlahnya tidak melebihi 50% dari total karyawan yang ada. Menanggapi fenomena PHK massal yang terjadi ini, pengamat ekonomi digital Heru Sutadi mengatakan bahwa hal ini menunjukkan bahwa kondisi startup di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
"Fenomena Ruangguru melakukan PHK, banyak startup melakukan PHK, GoTo melakukan PHK, ya artinya kita dapat menyimpulkan bahwa startup Indonesia tidak dalam kondisi baik-baik saja. Bubble startup mulai pecah, ekonomi digital Indonesia juga bisa menjadi pertanyaan selanjutnya, akan seperti apa [ke depannya]," tutur Heru dalam sebuah pesan suara yang dikirimkan kepada Warta Ekonomi pada 22 November lalu.
Baca Juga: Berkaca pada PHK GoTo dan Ruangguru, Startup Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja
Sebelumnya, Heru menyampaikan bahwa pertimbangan PHK yang diputuskan oleh startup yang bahkan sudah memiliki status sebagai unicorn atau decacorn dipengaruhi pada beberapa hal, tidak hanya karena pengaruh konflik geopolitik Rusia-Ukraina, fase resesi, atau prediksi tahun 2023 yang suram, tapi juga karena adanya tren pendanaan yang berhenti dikucurkan dan mismanagement pada pengelolaan sumber dana perusahaan.
"Khususnya pada startup unicorn dan decacorn yang sudah melakukan PHK, ini memberikan petunjuk bahwa semua startup itu tidak ada yang bisa benar-benar menghindar dari efisiensi dan juga mungkin melakukan PHK, dan kalau kita lihat, mungkin satu atau dua tahun ke depan [juga] PHK ini masih terjadi," ujar Heru.
Heru kembali mengingatkan dampak dari kondisi ketidakpastian, seperti prediksi tahun 2023 yang suram di mana saat ini kita belum bisa melihat seberapa besar dampak yang mungkin terjadi akibat dari kondisi tersebut. Namun, dengan melihat pada optimismenya, ia mengatakan, "karena banyak pengamat internasional mengatakan ini [tahun 2023] akan terjadi krisis global, [kondisi ekonomi] gelap, ya kita harapkan tidak memberikan dampak yang besar bagi Indonesia."
Tetapi bagaimana pun kondisi saat ini telah menjadi peringatan yang menunjukkan bahwa kondisi yang sedang dialami oleh para pelaku dalam industri sedang tidak baik-baik saja, oleh karena itu Heru mengingatkan untuk kita tetap waspada dan melihat pada kemungkinan bahwa dampak dari krisis yang terjadi secara global dapat menjadi dampak berkelanjutan yang akan memengaruhi Indonesia.
Dampak ini misalnya dapat dirasakan dengan berbagai kasus PHK massal yang telah terjadi akan memberikan pengaruh pada aspek-aspek ekonomi masyarakat, termasuk seperti penurunan kemampuan daya beli masyarakat dan lainnya.
"Tentu ekosistem akan terpengaruh ketika misalnya daya beli [masyarakat] menurun karena, bagaimana orang memanfaatkan ecommerce kalau tidak punya uang untuk membeli? Bagaimana orang memanfaatkan, misalnya transportasi online ketika kemudian ia di-PHK? Ini sedikit banyak juga akan memengaruhi bagaimana dukungan ekosistem terhadap perkembangan startup yang ada, termasuk dalam pendanaan dan lainnya," pungkas Heru.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti