Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Chatib Basri Optimis Indonesia Tidak Akan Alami Resesi di 2023

Chatib Basri Optimis Indonesia Tidak Akan Alami Resesi di 2023 Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan RI tahun 2013-2014 Chatib Basri memberikan pandangan optimisnya bahwa Indonesia tidak akan mengalami resesi seperti yang akan terjadi di negara-negara lain di dunia pada tahun 2023.

Hal ini ia sampaikan di dalam sebuah video berjudul Coffee Break with Arsjad & Chatib Basri | Ngobrolin Resesi, Startup, dan PHK Massal di Indonesia yang diunggah di akun YouTube Arsjad Rasjid pada 29 November lalu.

"Indonesia akan resesi tidak? Kalau menurut saya tidak. Kenapa? Karena, ini saya tahu [mungkin alasannya] ini politically tidak correct, tapi mungkin ini cara menjelaskan paling gampang. Cara terbaik menghindari perceraian itu tidak menikah, kalau orang tidak menikah itu pasti tidak cerai. Nah, cara terbaik untuk menghindar dari dampak [resesi] global adalah [dengan] tidak terintegrasi pada global," tutur Chatib seperti dikutip pada Selasa (2/12/2022).

Baca Juga: Hadapi Resesi Global 2023, Industri Telekomunikasi Perlu Kolaborasi dalam Ekosistem Digital

Ia melanjutkan, "tapi tentu itu tidak mungkin [untuk tidak terintegrasi pada global], itu hanya Korea Utara [yang tidak terintegrasi pada global]. Nah Indonesia, itu terintegrasi pada globalnya sangat kecil, 25%. Jadi kalau [situasi] globalnya drop, maka kita yang kena hanya 25%. Kalau Singapura itu [integrasi pada globalnya] 180%, jadi Singapura pertumbuhan ekonominya di tahun 2023 pasti lebih rendah dibandingkan kita."

Membandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Taiwan, dan Korea Selatan, Chatib menyampaikan bahwa Indonesia tidak akan mengalami resesi seperti hal-halnya negara-negara tersebut nantinya. Hal ini karena Indonesia memiliki pasar domestik yang besar. Kemungkinannya, hanya sektor ekspor yang akan terpengaruh oleh dampak global, itupun, Chatib menggarisbawahi bahwa tidak semua yang ada di sektor ekspor akan terpengaruh karena Indonesia masih menjadi sumber komoditas bagi negara besar lainnya.

Menurutnya, pasar domestik Indonesia adalah salah satu kunci yang dapat digunakan untuk memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berjalan di saat pertumbuhan ekonomi global melambat.

Namun, cara yang dapat digunakan dalam hal ini, Chatib menenrangkan "memang ada soal yang agak dilematis". Di mana ia merujuk pada upaya yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia untuk bertindak dengan menaikkan suku bunga, mengikuti apa yang terjadi secara global seperti yang ditetapkan oleh Federal Reserve yang menaikkan suku bunga.

"Alasannya adalah kalau [Bank Indonesia] tidak mengikuti kenaikan bunga di Amerika, orang itu memindahkan uangnya dari Indonesia ke Amerika. Kalau dia pindahkan uangnya, rupiahnya turun karena pindah ke dolar. Jadi mau tidka mau untuk mencegah supaya yang keluar tidak terlalu banyak, Bank Indonesia harus menaikkan bunga."

Karena hal ini tentu akan memengaruhi investasi dan konsumsi di masyarakat, terutama bagi swasta, maka Chatib menyarankan untuk Pemerintah mengambil tindakan dan perannya di dalam situasi ini.

"Artinya begini, jadi yang harus dilakukan [Pemerintah] dalam situasi seperti saat ini itu adalah belanja, karena kalau ada belanja, ada permintaan, kalau ada yang meminta, perusahaan akan membuat produksi. Kalau perusahaan produksi, dia akan hire worker. Nah masalahnya masyarakat tidak punya uang, swasta bunganya naik, maka Pemerintah yang harus belanja, melalui APBN, dia membuat protek dan memberikan bantuan seperti bantuan langsung tunai," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: