Menurut pendapatnya, RUU KUHP yang nanti akan berlaku memiliki keunikan, yaitu adanya tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan. Dua hal ini yang menjadi kunci ketika nanti hakim menjatuhkan suatu pidana.
Ia mengungkapkan bahwa isi dari tujuan pemidanaan adalah untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum dengan perlindungan dan pengayoman masyarakat. Selain itu, juga untuk memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan dan pembimbingan.
Lanjutnya, tujuan pemidanaan dalam RUU KUHP juga dapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat tindak pidana dengan memulihkan keseimbangan, serta menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Sedangkan, pedoman pemidanaan dalam RUU KUHP menurutnya merupakan dasar yang dipakai oleh para hakim ketika akan menjatuhkan hukuman pada terpidana, dan yang ingin dicapai adalah kemanfaatan yang berkeadilan.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Pujiyono, mengatakan satu hal yang harus dipahami terlebih dahulu bahwa di dalam hukum intinya ada norma dan value. Norma terbentuk karena ada ide dasar value yang mendasari.
“Bagaimana dengan eksistensi KUHP kita? Sebagaimana kita ketahui bersama, KUHP merupakan produk peninggalan kolonial, yang tentunya dari basic idenya tentu berbeda dengan basic ide yang dihayati, digunakan di dalam konteks kehidupan bermasyarakat di Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, jika ide dasar KUHP ditelaah lebih dalam, maka KUHP peninggalan kolonial Belanda didasarkan pada nilai-nilai individual liberalism, sedangkan masyarakat Indonesia lebih banyak didasari oleh aspek-aspek monodualisme, atau bagaimana menempatkan individu di dalam konteks kemasyarakatan.
Pujiyono mengatakan bahwa ketika membaca RUU KUHP kita, ada dua asas legalitas, yaitu asas legalitas formil dan asas legalitas materiil. Karena menurutnya sangat tidak memadai ketika perbuatan yang disebut sebagai tindak pidana hanya apa yang disebut di dalam Undang-Undang.
“Realitasnya, yang disebut sebagai tindak pidana di tengah masyarakat masih sangat banyak, yang kemudian hidup berkembang di masyarakat adat yang disebut dengan the living law. Maka munculnya asas legalitas formil dan materiil, tidak lepas dari asas keseimbangan yang dianut di dalam RUU KUHP,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa apabila RUU KUHP disahkan, maka Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memiliki tindak pidana mati bersyarat, melalui Pasal 100 pada konsep RKUHP, yaitu pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun.
“Kalau kita cermati, sebetulnya ada dua hal yang bisa ditelaah di dalam pidana mati bersyarat. Yang pertama, dia membantah bahwa pidana mati adalah pidana yang bersifat non-evaluatif. Yang kedua, melihat perkembangan psikologis sosial pelaku, apakah faktor-faktor kriminogen sudah hilang atau masih ada. Ini adalah sangat berprikemanusiaan sekali,” ungkapnya.
Berkaitan dengan UU ITE, Ia mengatakan bahwa ada dua pasal yang menjadi persoalan di dalam pemidanaan yaitu Pasal 27 dan 28 yang telah dicabut dan kemudian direformulasi ke dalam RUU KUHP, tujuannya agar tidak terjadi disparitas di dalam pemidanaan.
“Di dalam UU ITE itu ancamannya lima tahun ke atas, sehingga polisi dengan mudah melakukan penangkapan penahanan terhadap pelaku pelanggaran itu. Maka kemudian diintegrasikan, direformulasi ke dalam RKUHP, yang notabene ancamannya lebih ringan,” tegasnya.
Saat ini beredar banyak hoaks tentang RKUHP yang menyatakan bahwa kritik bisa dipidana, padahal yang diatur di dalam RKUHP adalah penghinaan bukan kritik. Pujiyono mengungkapkan bahwa di dalam pasal penghinaan RKUHP, ada batasan pendefinisian oleh apa yang disebut dengan penghinaan. Menurutnya, jika berbicara mengenai penghinaan, harus ada dua esensi yaitu fitnah dan penistaan.
“Apa itu fitnah dan penistaan? Itu yang kemudian diberikan penjelasan. Sehingga tidak kemudian akan bersifat pasal karet seperti penghinaan, dan akan menumbuhkan iklim demokrasi yang semakin baik,” jelasnya.
Sosialisasi RUU KUHP yang berlangsung secara hybrid ini telah diikuti oleh sekitar 300 peserta daring dan luring. Harapannya, sosialisasi ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya penyesuaian KUHP melalui draf RUU KUHP baru, agar lebih sesuai dengan dinamika masyarakat saat ini.
Selain itu, masyarakat diharapkan bisa lebih teliti dalam membaca draf RUU KUHP dan mengikuti perkembangan terbaru dari RUU KUHP sehingga terhindar dari berita-berita hoaks yang beredar. Salah satunya, masyarakat dapat terlibat aktif mengakses RUU KUHP lewat tautan https://s.id/drafruukuhp.
Mari bersama-sama kita kawal dan dukung pengesahan RUU KUHP menjadi UU KUHP Nasional yang baru hasil pemikiran anak bangsa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: