Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ngeri...! Fahri Hamzah: Pemilu di Indonesia Lebih Seram daripada Perang Rusia-Ukraina!

Ngeri...! Fahri Hamzah: Pemilu di Indonesia Lebih Seram daripada Perang Rusia-Ukraina! Kredit Foto: Instagram/Fahri Hamzah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebuah pencerahan datang dari politisi Fahri Hamzah. Di salah satu talkshow politik yang dipandu Karni Ilyas, Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu bicara soal huru hara jelang Pemilu 2024.

Fahri Hamzah mengatakan Presiden Jokowi akan dua kali mengalami lemdak. Artinya Jokowi presiden, tapi dia merasa orang lain sudah ribut copras capres.

"Jokowi masih jadi presiden setidaknya tersisa 2 tahun 1 bulan. Karena 20 Oktober 2024 beliau baru berhenti," kata Fahri Hamzah dikutip dari kanal YouTube TV One, Sabtu (17/12/2022).

Baca Juga: Partai Ummat Gagal Maju Pemilu 2024, PAN Siap Tampung Jadi Kader?

"Tapi orang sudah survei-survei, orang sudah mencalonkan diri, partai politik sudah bertengkar secara internal karena ada kadernya yang maju dan sebagainya," lanjutnya.

Ia menyayangkan tidak adanya sistem yang mengatur terkait jadwal 'perang' politik sehingga ujung-ujungnya rakyat yang dirugikan.

"Sebenarnya ini tidak ada jadwal dan yang jelek sebenarnya bagi rakyat. Jadi dalam masyarakat demokrasi itu kita perang kalau bisa sebentar saja menjelang masuk TPS," ujarnya.

Ia mencontohkan, misalnya diatur setahun menjelang pencoblosan. Dan berusaha perang dalam setahun itu tidak mengganggu jalannya pemerintahan.

Tapi karena ini tidak diatur sehingga tidak berhenti para elite politik perang terus. Bahkan sekarang sudah ramai membahas calon dan menciptakan gangguan terhadap presiden.

"Misalnya gangguan partai politik yang tadinya mendukung dia bahkan ada kadernya yang duduk di kabinet tapi kok sudah punya calon lain. Gangguan-gangguan seperti ini kan kasihan presiden," sambung Fahri.

Apalagi sistem Pemilu menganut presidential threshold atau syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Pilihan pada Pilpres 2024 diprediksi akan terbatas, dengan berlakunya presidential threshold.

Aturan pemilu mensyaratkan partai yang hendak mengusung calon presiden dan wakil presiden untuk memiliki paling sedikit 20% dari jumlah kursi di DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR periode sebelumnya.

"Kira-kira kalau calon presidennya cuma dua, pada 14 Februari 2024 masih 8 bulan sebelum Pak Jokowi berakhir, sudah ada presiden terpilih," terangnya.

Dan itu, jelas Fahri akan menciptakan lemdak kedua yang lebih menakutkan. Karena orang sudah ada yang datang ke presiden terpilih memberi selamat, ada yang bikin rumah transisi. Hal tersebut berpotensi akan mengganggu jalannya roda pemerintahan.

"Ujung-ujungnya merugikan rakyat. Rakyat sebenarnya nggak mau kita bertengkar begini. Rakyat maunya nyoblos sebentar setelah itu balik kerja lagi. Bersawah, mau berternak, kerja di pabrik," ungkapnya.

"Ini orang tawuran semua nggak ada sistem. Dan ini lebih kejam dari perang yang diregulit seperti perang Rusia Ukraina yang masih ada aturannya. Tapi perang Pemilu di Indonesia nggak ada aturannya".

Menurut Fahri, kalau elite bertengkar terus, hak-hak rakyat yang seharusnya dibahas, misalnya harga BBM, inflasi yang betul-betul menghajar kesejahteraan rakyat jadi tidak dapat porsi dalam perbincangan. Termasuk lembaga-lembaga resmi seperti DPR.

"Kesibukannya mengatur pemilu. Padahal kesibukan mereka sebenarnya adalah menjaga kesejahteraan rakyat," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: