Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bertahun-tahun, Persoalan Praktik Public Relation Negara Barat Maju Guna Melemahkan Minyak Sawit

Bertahun-tahun, Persoalan Praktik Public Relation Negara Barat Maju Guna Melemahkan Minyak Sawit Kredit Foto: Antara/Makna Zaezar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Uni Eropa menerapkan syarat lebih berat bagi sejumlah produk pertanian, termasuk kelapa sawit dan produk turunannya untuk bisa masuk ke kawasan tersebut. Banyak pakar meyakini bahwa hal ini merupakan bagian dari perang dagang. Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sri Raharjo mengkritik kampanye negatif negara-negara barat, terhadap minyak sawit Indonesia.

“Kita tahu bahwa sejumlah negara maju di barat telah lama melakukan praktek public relation yang canggih, melalui berbagai media untuk melemahkan minyak sawit. Mereka melakukan ini dengan harapan agar konsumen, terutama di Eropa dan Amerika, menjauhi minyak sawit dan melindungi minyak nabati yang mereka produksi di wilayahnya,” kata Prof. Sri Raharjo, dalam pidato ilmiah resmi untuk memperingati ulang tahun UGM ke-73, pada Senin (19/12).

Baca Juga: Nilai Ekspor Naik di Oktober, Stok Minyak Sawit Mulai Normal

Lebih lanjut dikatakan Prof. Sri Raharjo, minyak sawit terus dikritik secara tidak fair selama bertahun-tahun melalui tuduhan minyak tidak sehat, merusak lingkungan, bahkan tuduhan-tuduhan baru terus dimunculkan dan ditambahkan ke daftar kesalahan minyak sawit. 

Prof. Sri Raharjo meyakini bahwa kampanye negatif terhadap sawit Indonesia merupakan bagian dari upaya sistematis untuk melemahkan minyak sawit dan demi memperoleh keuntungan komersial secara tidak fair, dari komoditas negara-negara penghasil minyak nabati non-sawit.

Produksi minyak sawit berkontribusi 36 persen terhadap total produksi minyak nabati dunia. Sawit dinilai juga turut menjaga pangan dunia, namun di sisi lain tidak menerima pengakuan yang adil oleh negara-negara barat. Padahal, Prof. Sri Raharjo meyakini, banyak negara diuntungkan dari impor minyak sawit Indonesia.

“Tidak hanya dalam hal memenuhi kebutuhan minyak nabati mereka, tetapi juga sebagai input ekonomi yang penting bagi industri makanan dan oleokimia, di negaranya, serta menyerap tenaga kerja,” tegasnya.

Baca Juga: Hadapi Resesi Global, Siapa Sangka Sektor Sawit Jadi Bagian Benteng Pertahanan Indonesia!

Perlu diketahui, kampanye negatif sawit Indonesia memasuki babak baru ketika Parlemen Uni Eropa mengesahkan Undang-Undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EU Deforestation Regulation (EUDR), pada 6 Desember 2022. UU ini tidak hanya berlaku untuk sawit, tetapi juga untuk sapi, kedelai, kopi, kakao, kayu, dan karet serta produk turunannya, seperti daging sapi, furnitur, atau coklat. Uni Eropa menginginkan adanya transparansi produk yang masuk dan keluar dari kawasan tersebut, serta membawa semangat berkelanjutan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: