Menteri BUMN Erick Thohir dan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengumumkan penurunan harga BBM non subsidi. Pertamax yang awalnya Rp 13.900 dipangkas jadi Rp 12.800. Pertamax Trubo yang awalnya Rp 15.200 diturunkan menjadi Rp 14.050. Dexlite yang awalnya dibandrol Rp 18.300, kini hanya Rp 16.150. Harga Pertamina Dex juga dipangkas dari Rp 18.800 menjadi Rp 16.750.
Ir. Sarjiya, S.T., MT., Ph.D., IPU. Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM merespon positif penurunan harga BBM non subsidi yang dilakukan oleh Pertamina. Sebab penentuan harga BBM non subsidi didasari mekanisme pasar untuk mencapai harga keekonomian. Penurunan harga BBM non subsidi ini imbas dari penurunan harga minyak mentah dunia.
Sementara itu Peneliti Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Agung Satrio Nugroho, M.Sc. menjelaskan, penurunan harga BBM non subsidi memberikan dampak yang positif ke Negara. Dengan disparitas harga BBM subsidi dan non subsidi semakin kecil, diprediksi akan ada perpindahan konsumsi dari Pertalite ke Pertamax. Perpindahan ini mirip ketika Pertamina menaikan harga BBM non subsidi. Akibat disparitas harga Pertamax yang semakin besar, membuat masyarakat beralih mengkonsumsi Pertalite. Jumlah perpindahan konsumsi tersebut mencapai 5%.
"Dengan berkurangnya konsumsi Pertalite membuat beban Negara untuk mensubsidi BBM semakin berkecil. Dampak perpindahan konsumsi ini kemungkinan baru akan nampak 3 bulan kedepan. Kami terus berharap disparitas harga antara BBM subsidi dan non subsidi semakin kecil,"ucap Agung.
Dengan semakin sempitnya disparitas harga, Agung optimis konsumsi BBM non subsidi akan terus meningkat. Harapannya subsidi BBM yang dialokasikan Negara dapat dimanfaatkan untuk kebijakan strategis Nasional lainnya. Seperti penggembangan energi baru terbarukan.
Dengan turunnya harga BBM non subsidi, membuat potensi volume konsumsi Pertalite dan Bio Solar berkurang. Ini akan memberi dampak berkurangnya beban Pertamina menanggung BBM subsidi. Berkurangnya beban Pertamina terhadap BBM subsidi membuat mereka menjadi world class energy company.
"Selama ini Pertamina yang menanggung risiko bisnis akibat penyaluran BBM subsidi. Berkurangnya beban penyaluran BBM subsidi ini merupakan strategi yang sangat bagus untuk resiliensi Pertamina di 2023,"ujar Agung.
Agung juga mendukung rencana Menteri Erick yang akan melakukan evaluasi harga BBM non subsidi setiap pekan. Tujuannya agar harga BBM non subsidi dapat langsung menyesuaikan dengan harga keekonomiannya.
"Saya mendukung rencana Menteri Erick untuk perintahkan Pertamina meninjau ulang harga BBM non subsidi setiap pekan sehingga disparitas dengan BBM subsidi semakin kecil. Evaluasi harga BBM non subsidi setiap pekan juga membuat iklim usaha distribusi BBM di Indonesia semakin sehat,"ungkap Agung.
Meski harga minyak mentah dunia cenderung turun akibat ancaman resesi ekonomi global, Agung meminta agar pemerintah tak gegabah menurunkan harga BBM subsidi. Belum selesainya kondisi geopolitik yang terjadi antara Ukraina dan Rusia, masih membuat potensi harga minyak dunia melambung kembali.
"Jika Pemerintah menurunkan harga BBM subsidi namun tiba-tiba harga minyak dunia kembali naik, maka akan membuat posisi Pemerintah untuk menaikan harga BBM subsidi akan semakin sulit. Sebab penetapan harga BBM melibatkan proses politik yang sangat panjang. Lebih baik alokasi lebih dari berkurangnya konsumsi BBM subsidi dipergunakan untuk penggembangan energi baru terbarukan. Sehingga penggunaan subsidi BBM menjadi tepat sasaran,"papar Agung.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement