IFSOC: Implementasi UU PDP Harus Jaga Keberlangsungan Pertumbuhan Eksosistem Fintech
Pascapengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pada Oktober 2022, Pemerintah kini tengah menyiapkan peraturan pelaksana pada UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang saat ini menjadi agenda prioritas yang harus dituntaskan untuk memastikan UU dapat diimplementasikan secara optimal pascadua tahun masa transisi.
Memberikan dukungan terhadap pelaksanaan UU PDP ini, Indonesia Fintech Society (IFSOC) berpendapat bahwa kehadiran UU PDP dan perampungan peraturan pelaksana nantinya akan berperan krusial dalam memberikan kepastian hukum dalam pemrosesan data pribadi, salah satunya di sektor jasa keuangan seperti fintech, di mana hal ini akan berdampak pada peningkatan digital trust dan terwujudkan sektor fintech yang kondusif.
Ketua Steering Committer IFSOC Rudiantara menegaskan bahwa peraturan pelaksana harus segera dirumuskan dan disahkan dengan memperhatikan jangka waktu transisional dua tahun berakhir. Keterlambatan dalam pemenuhan kewajiban UU PDP harus dihindari, oleh karena itu semakin cepat peraturan pelaksana dirampungkan maka waktu untuk memenuhi kewajiban UU PDP di masa transisi akan semakin panjang. Rudiantara turut menyarakan perlunya suatu pedoman standar minimum kepatuhan yang wajib dipenuhi oleh pengendali dan proses data pribadi seelum peraturan pelaksana diterbitkan.
Baca Juga: Kunci Tingkatkan Digital Trust: UU PDP dan Kesadaran Masyarakat
Peraturan pun harus diarahkan untuk mendorong kepatuhan pengendali dari prosesor data pribadi dan tidak berfokus pada sanksi. Hal ini selaras dengan pandangan Anggota Steering Committe IFSOC Rico Usthavia Frans yang menyampaikan bahwa peraturan pelaksana UU PDP Harus menggugurkan potensi pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana secara berlapis.
"Pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana dalam UU PDP sebaiknya diselenggarakan secara bertahap. Pendekatan ini merupakan model yang lebih ideal dan diterapkan sejumlah negara di dunia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Ekuador," ujar Rico dikutip dari media rilis pada Jumat (10/2/2023).
Ia menambahkan, "hal ini merupakan kunci agar penegakan ketentuan sanksi dalam UU PDP dapat diselenggarakan secara proporsional, sehingga tidak menjadi disinsentif pada pertumbuhan bisnis pengendali dan prosesor data pribadi yang di dalamnya bukan hanya usaha besar tetapi juga UMKM."
Pada intinya, UU PDP perlu mengatur secara komprehensif dan detail mengenai parameter untuk pengecualian dan/atau peringanan atas sanksi administratif dan/atau sanksi pidana karena hal ini akan sangat berguna sebagai bentuk pembelaan yang sah secara hukum bagi pengendali dan prosesor data pribadi yang diduga melakukan pelanggaran atas kewajibannya dalam UU PDP.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti
Advertisement