Transformasi Digital: Siasat UMKM Bertahan Lawan Pagebluk Bahkan Rambah Mancanegara
Ayam Penyet Bandung (APB) berhasil bangkit melalui strategi transformasi digital. Padahal usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ini sempat hancur lebur dihantam pagebluk Covid-19.
Memulai usaha pada tahun 2013, Erna Sari, pemilik usaha Ayam Penyet Bandung (APB), mengaku usahanya ini lahir dari kecintaannya pada kuliner dan memasak. Di samping itu, ia melihat peluang dari banyaknya pekerja di Jakarta yang tidak punya banyak waktu untuk memasak.
“Awalnya sih hobi masak dan kulineran. Saya cari bisnis yang dibutuhkan banyak orang dan di wilayah Kembangan lihat banyak orang kerja sibuk. Di situ saya lihat ada solusi yang bisa saya berikan untuk membantu pekerja. Akhirnya saya buka Ayam Penyet Bandung,” ujarnya kepada Warta Ekonomi, Kamis (16/2/2023).
Baca Juga: Mendorong Transformasi Digital untuk UMKM agar Ekonomi Indonesia Lebih Kuat
Pebisnis yang sempat berjualan handphone ini membeberkan bahwa nama APB lahir karena ia ingin mengangkat konsep masakan Sunda pada usahanya. Bahan baku ayam pun dipilihnya karena mudah didapat dan disukai banyak orang.
“Saya pikir itu pasti bahan baku mudah didapat, kan enggak lucu jualan bahan baku susah. Pertama ayam itu mudah didapat karena ada di mana saja dan hampir semua orang suka ayam. Saya buat konsep Sunda dan rasa Nusantara," ujarnya.
APB saat itu, lanjut Erna, menyediakan ayam penyet sambal ceurik dan bebek sambal ijo yang diolah secara higienis sesuai keamanan pangan. Setiap hari pelanggannya selalu antre untuk bisa menikmati masakan APB.
Berawal dari pinggir jalan, perlahan di tahun 2019 APB sudah punya cabang hingga sembilan di kantin-kantin kantor, mal, dan pujasera di daerah Tangerang dan Jakarta. APB pun merekrut puluhan orang untuk jadi karyawannya.
“Alhamdulillah waktu itu, saya jualan tiga jam langsung habis selama jam makan siang. (Pelanggan) selalu antre. Saya punya 20 karyawan sebelum pandemi,” ceritanya mengenang kesuksesan bisnis APB yang sebelum pandemi mampu meraup omzet Rp4 juta sehari dari satu cabang saja.
Pandemi Covid-19 lalu mewabah di Indonesia pada awal tahun 2020. Pemerintah lantas memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Aktivitas masyarakat dibatasi, termasuk kegiatan di kantor, mal, dan lainnya.
Seperti usaha-usaha lainnya, bisnis APB juga terkena dampak dari pandemi Covid-19. Dampak tersebut begitu terasa lantaran APB sangat bergantung pada penjualan offline.
Erna mengaku bahwa sembilan cabang APB yang berada di Tangerang dan Jakarta terpaksa tutup saat awal pandemi mewabah. Bahkan ibu satu anak ini harus merelakan dua cabang APB gulung tikar dalam satu hari pada tahun 2020 lalu.
“Kantin-kantin kantor, mal, pujasera, di awal-awal pandemi kan semua ditutup, dilarang oleh pemerintah untuk jualan. Orang-orang juga tidak ke luar rumah,” ceritanya.
Akibatnya, usaha yang dirintisnya sejak 10 tahun lalu itu tak mampu meraup omzet sama sekali. Lantaran tak punya pemasukan sepeser pun, Erna terlilit utang demi menghidupi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Erna bilang, “saat itu saya di titik nol nggak punya omzet. Saya ingat pinjam uang ke adik untuk makan tiga bulan ke depan.”
Mau tidak mau Erna terpaksa merumahkan semua karyawannya. “Semua karyawan saya pulangkan. Pada saat pandemi, kami benar-benar terdampak luar biasa karena saya terlena dengan penjualan offline, di mana saya biasa jualan hanya dalam tiga jam habis saat jam makan siang,” jelas Erna.
Mulai Digitalisasi
Saat itu Erna akhirnya menyadari pentingnya pemasaran digital. Ia pun mulai belajar dan menerapkan pemasaran digital. Mula-mula, ia memanfaatkan media sosial (medsos) WhatsApp untuk melakukan promosi dagangannya. Lalu merambah ke medsos lain, seperti Instagram, juga lokapasar dan aplikasi layanan pesan antar makanan online.
“Dulu saya berpikir online itu ribet dan saya juga gaptek (gagap teknologi). Pada saat pandemi, saya benar-benar terpuruk karena tidak punya online sama sekali. Akhirnya saya mulai dengan bikin status di WA, terus daftar Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli, Bukalapak, dan online food,” bebernya
Berkat pemasaran online tersebut, perlahan bisnis APB milik Erna mulai bangkit. Tiga bulan awal sejak go digital, APB mampu memanen cuan hingga belasan juta. Ia bahkan bisa membayar utang dan mulai mempekerjakan kembali karyawannya satu per satu dengan membuka cabang baru di pinggir jalan dengan mematuhi protokol kesehatan.
“Dapat Rp18 juta di awal pas mulai online. Kantin di kantor, mal, dan pujasera saat itu belum bisa dibuka karena saya terikat dengan manajemennya. Jadi saya mulai buka cabang baru di pinggir jalan dengan modal dari pinjaman,” tutur Erna.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Advertisement