Bukan Hanya BPA, Ahli Pangan Ingatkan Bahaya Bromat di Air Minum Kemasan
Air minum dalam kemasan (AMDK) ternyata mengandung mineral- mineral yang terbawa dari dalam tanah yang menjadi tempat sumber airnya. Salah satu mineral yang terbawa itu adalah senyawa Bromida yang dalam proses ozonisasi berubah menjadi Bromat yang bisa menyebabkan kanker.
“Dalam proses ozonisasi yang dilakukan pada saat pemurnian air tanah ada efek sampingnya ketika bereaksi dengan senyawa Bromida yang menghasilkan senyawa Bromat. Senyawa ini berbahaya jika masuk ke dalam tubuh, bisa menyebabkan karsinogenik,” ujar Anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Hermawan Seftiono.
Baca Juga: FMCG Insight: Potensi BPA pada Galon AMDK Bukan Hoaks
Ketua Program Studi Ilmu Teknologi Pangan Universitas Trilogi ini mengutarakan air tanah yang menjadi sumber dari AMDK itu bisa saja terkontaminasi oleh berbagai bakteri dan mineral-mineral yang terkandung dalam tanah.
Karenanya, ada 3 proses pemurnian yang dilakukan untuk pemurnian air tanahnya. Di antaranya, proses ozonisasi, menggunakan sinar ultra violet atau UV, dan menggunakan membran filter.
“Yang umum dilakukan itu adalah proses ozonisasi. Sebenarnya, ozonisasi targetnya itu untuk membunuh mikroba yang ada dalam air tanah itu. Tapi, ternyata ada pengaruh yang lain kalau misalnya ada kandungan Bromida pada air minum yang tidak baik untuk kesehatan,” katanya.
Dia menyebut mineral-mineral yang ada di dalam air tanah itu ada bermacam-macam, yang baik untuk kesehatan dan yang berbahaya.
Dia mencontohkan mineral yang baik untuk kesehatan itu seperti Natrium dan Magnesium. Sementara Bromida dan logam berat seperti Arsen, Merkuri, itu beresiko bagi kesehatan.
“Itu sebabnya ada batas-batas aman dari zat-zat berbahaya ini yang diijinkan ada dalam produk pangan dan semuanya itu sudah diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan,” tukasnya.
Dia menjelaskan kenapa senyawa Bromida yang ada dalam air tanah itu bisa berubah menjadi Bromat yang merupakan zat berbahaya bagi kesehatan. Menurutnya, dalam proses ozonisasi dalam pemurnian air tanah itu, ozon bersifat sebagai oksidator yang bisa mereduksi mineral. Nah, senyawa Bromida itu mengandung unsur Brom (Br) yang bermuatan negatif.
”Jadi, ketika di ozonisasi, Brom yang bermuatan negatif itu bisa bereaksi dengan ozon atau O3 dan terbentuklah yang namanya senyawa Bromat atau BrO3 itu,” tuturnya.
Sesuai peraturan BPOM, kadar Bromat yang diijinkan itu sekitar 0,01 ppm. Makanya, kata Hermawan, semua industri AMDK itu diwajibkan untuk memberikan data analisis kandungan Bromat di laboratorium. Kepada BPOM secara berkala.
“Karenanya, perlu dilakukan pengujian air tanahnya dan harus dianalisis dalam periode waktu tertentu. Hal itu bertujuan untuk mencegah jangan sampai air tanah yang akan digunakan itu beresiko karena mengandung mineral yang berbahaya,” tukasnya.
Sebelumnya, hasil penelitian yang dilakukan Bhabha Atomic Research Centre di 18 perusahaan air minum kemasan di Mumbai menemukan adanya bahan kimia berbahaya dalam sampel kemasannya. Pusat riset ini mengambil 5-5 sampel dari 18 perusahaan kemasan untuk penelitian dan menemukan bahwa satu liter air kemasan mengandung 27% Bromat.
Padahal air minum kemasan dengan jumlah Bromat yang sangat tinggi bisa menyebabkan penyakit kanker, infeksi lambung, dan rambut rontok. Sementara, kadar Bromat yang dianjurkan untuk air minum kemasan hanya 10%. Organisasi kesehatan dunia bahkan menyebutkan kadar Bromat yang bisa ditoleransi untuk air minum dalam kemasan itu hanya 4 mg.
Sebagaimana kita ketahui BPOM berencana untuk mengeluarkan kebijakan berupa pelabelan kandungan BPA pada kemasan galon.
Baca Juga: Pentingnya Sinergitas, Kementerian PUPR Dorong Pemda Wujudkan Pelayanan Air Minum Tahan Bencana
Kebijakan ini mendapat penolakan dari berbagai pihak mulai dari mitra lembaga pemerintah, pakar keamanan kemasan pangan, pakar kimia polimer dan pelaku industri. Selain dinilai diskriminatif, juga bisa mematikan industri yang tengah berjuang bertahan hidup menghadapi resesi ekonomi lokal dan global.
Badan Standar Nasional (BSN) menganggap SNI pada kemasan galon telah memberikan jaminan keamanan AMDK. Ditambah lagi Permenperin No 96 Tahun 2011 tentang persyaratan teknis industri dan penilaian proses produksi AMDK.
Komisi Perlindungan Persaingan Usaha (KPPU) menilai bahwa rencana kebijakan ini berpotensi diskriminatif karena hanya mengatur BPA pada galon AMDK, sedangkan kandungan BPA pada pangan dan kemasan lain seperti pada makanan kaleng atau kemasan plastik makanan tidak diatur.
Wacana kebijakan ini juga dipertanyakan oleh pakar keamanan pangan, pakar polimer dan pakar kesehatan. Karena BPA bukanlah satu satunya zat kimia berbahaya yang terdapat pada kemasan.
Pada kemasan PET juga terdapat Etilen Glikol dan De Etilen Glikol, Platat dan unsur unsur logam seperti bromat, arsen, merkuri dan lainnya yang juga dapat sangat berbahaya bagi kesehatan bila dikonsumsi melebihi ambang batas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait:
Advertisement