Heboh Skandal Rp300 Triliun di Kemenkeu, Said Didu Punya Hitungan Lain: Ada Rp1.000 Triliun Uang Negara Melayang-layang...
Mantan Sekretaris BUMN Muhammad Said Didu menyoroti pemerintahan soal heboh pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD soal transaksi janggal 300 Triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) spesifiknya banyak di Ditjen Pajak dan Bea Cukai.
Said Didu mengaku meragukan angka tersebut hanya Rp300 Triliun. Ia mengaku punya hitung-hitungan sendiri mengenai masalah ini dengan berpacu pada Tax Ratio.
“Dulu pada saat SBY, Tax Ratio pernah lebih dari 14 persen, di kita baru naik tahun lalu 10an persen, sekarang di bawah, anggaplah rata-rata 8 persen di masa Jokowi, artinya ada penurunan tax rasio sebesar 5 persen,” ujar Said Didu saat tampil di kanal Youtube Bambang Widjojanto, dikutip Senin (20/3/23).
Berikutnya Said Didu mengungkit soal pendapatan negara dari pajak yang menurutnya akan ada kaitannya dengan pendapatan yang seharusnya diterima negara.
Sayangnya, lanjutnya, Said Didu mengungkapkan ada uang yang melayang tak masuk ke negara padahal uang tersebut harusnya masuk ke negara. Angkanya pun sangat banyak.
“Saya ambil pendapatan negara tahun lalu dari pajak 2000 Triliun lebih itu pada rasio 10 persen, kalau tax ratio 15 persen berarti harusnya 3.000 triliun. Harusnya negara dapat pajak dan cukai 3.000 triliun, yang masuk ke negara Cuma 2.000 triliun. Artinya ada uang 1.000 triliun melayang-layang yang harusnya masuk ke negara,” jelasnya.
Masalah tak berhenti hanya sampai di situ, menurut Said Didu, penegak hukum akan kesulitan untuk menetapkan kejanggalan ini sebagai tindak korupsi jika kedapatan benar melakukan kejanggalan yang heboh ini.
Didu khawatir pengertian korupsi yang saat ini digunakan tidak bisa menjerat para mafia pajak dan bea cukai.
“Pengertian korupsi adalah mengambilkan uang negara, problemnya uang ini belum masuk sehingga hanya bisa dimasukkan gratifikasi. Kalau sudah gratifikasi kan susah sekali memproses. Mungkin nanti pengertian korupsi itu ditambahlah bahwa yang menghalangi masuknya pendapatan negara juga merugikan negara,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait:
Advertisement