Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Energi Harus Tersedia dan Terjangkau, Bukan Energi Murah

Energi Harus Tersedia dan Terjangkau, Bukan Energi Murah Kredit Foto: Sekretariat presiden
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan energi yang tersedia dan seharusnya terjangkau di Indonesia adalah yang bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT), bukan dari fosil. 

Hal tersebut diungkapkan kala merespons permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Jokowi menekankan pentingnya agar Indonesia memiliki sumber energi murah untuk menopang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

"Barangkali bukan energi murah, tetapi energi tersedia dan terjangkau yang dimaksud Presiden Jokowi. Energi tersedia dan terjangkau ini mestinya energi baru terbarukan (EBT), bukan energi fosil. Alasannya, energi fosil selain energi kotor, juga ketersediannya sudah semakin habis dan tidak bisa diperbaharui (unrenewable)," ujar Fahmy dalam catatannya, Rabu (29/3/2023).

Baca Juga: Harga Listrik EBT Tidak Berbanding Lurus dengan Listrik dari Fosil dalam Beberapa Tahun Terakhir 

Fahmy mengatakan dalam mencapai ketersediaan EBT, Indonesia sesungguhnya memliki sumber daya yang berlimpah ruah seperti biothermal, biomassa, biofuel, tenaga surya, tenaga sngin, micro hydro, energi gelombang laut, energi pasang surut, fuel cell, energi sampah, dan energi nuklir.  

Namun, yang menjadi permasalahan adalah Indonesia tidak memiliki teknologi untuk mengembangkan EBT yang sumbernya begitu melimpah.

Sebagaimana diketahui bahwa saat ini Pertamina sudah mengembangkan biodiesel hanya sampai B-35, untuk mencapai B-100 Pertamina harus bekerja sama dengan investor asing pemilik teknologi. 

Demikian juga dengan pengembangan gasifikasi yang mengubah energi kotor batu bara menjadi energi bersih gas. Produk gasifikasi akan menggantikan LPG yang impor dan subsidi contents sangat tinggi, namun kegiatan tersebut rasanya belum dapat direalisasikan dalam waktu dekat. 

"Proyek gasifikasi itu mandeg saat perusahaan Amerika Serikat Air Product hengkang dari konsorsium bersama Pertamina," ujarnya.

Fahmy melanjutkan, selain penyediaan energi murah, Presiden Jokowi juga meminta ada strategi besar yang memberikan penekanan pada Pendidikan Vokasi pada RPJPN 2025-2045. 

Dalam konteks ketersediaan dan keterjangkauan energi sangat tepat penekanan pada Pendidikan Vokasi. Pasalnya, Pendidikan Vokasi dapat mengatasi permasalahan ketersediaan teknologi dan inovasi yang dibutuhkan untuk pengembangan EBT di Indonesia. 

"Pendidikan Vokasi yang lebih menekankan pada pengembangan teknologi terapan akan sangat tepat dalam pengembangan teknologi EBT," ucapnya. 

Hal tersebut perlu dilakukan lantaran RPJPN 2025-2045 merupakan rencana jangka panjang. Siapa pun Presiden terpilih harus melanjutkan pengembangan ketersediaan dan keterjangkau energi yang ditopang SDM lulusan pendidikan vokasi untuk memberikan kontribnusi pada pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: