Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hamas Berdiri di Depan Umat Kristen Palestina, Aksi Diskriminatif Israel Kelewatan

Hamas Berdiri di Depan Umat Kristen Palestina, Aksi Diskriminatif Israel Kelewatan Kredit Foto: Reuters/Ammar Awad
Warta Ekonomi, Gaza -

Pejuang Hamas di Palestina sejauh ini masih mendapat cap sebagai kelompok terorisme oleh sejumlah negara-negara barat. Siapa nyana, kini kelompok itu jadi salah satu pembela hak-hak umat Kristiani di Yerusalem, tanah suci pemeluk Yahudi, Kristen, dan Islam.

Hamas mengutuk keputusan Israel yang melarang warga Kristen di Jalur Gaza untuk mengunjungi gereja-gereja di Yerusalem untuk merayakan liburan Paskah. Hamas menyebut tindakan Israel merupakan pelanggaran mencolok terhadap prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional. 

Baca Juga: Respons Hamas Saat Tahu Umat Kristen Dilarang Israel Kunjungi Gereja di Yerusalem: Langkah Fasis

“Hamas mengutuk dengan sekeras mungkin keputusan pendudukan Israel melarang Kristen Palestina di Gaza mengakses tempat-tempat suci Kristen di Yerusalem yang diduduki untuk merayakan liburan Paskah,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan, Rabu (12/4/2023), dikutip laman Middle East Monitor

Hamas menilai larangan tersebut merupakan bagian dari kebijakan diskriminasi rasial pendudukan Israel. “Larangan ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional, termasuk penolakan kebebasan bergerak dan beribadah,” kata Hamas. 

"Mengingat langkah fasis seperti itu, yang telah menjadi praktik reguler Israel, Hamas mendesak masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawab hukum dan moral mereka untuk memastikan warga Palestina dapat dengan bebas mengakses tempat suci mereka,” kata Hamas.

Polisi Israel akan membatasi jumlah jemaah di Gereja Makam Suci di Yerusalem untuk alasan keamanan selama upacara Paskah Ortodoks yang berlangsung pada Sabtu (15/4/2023) mendatang. Langkah itu memicu kemarahan dari para pemimpin gereja yang mengatakan mereka tidak akan bekerja sama dengan polisi Israel.

Polisi mengatakan, pembatasan itu bertujuan untuk memastikan keamanan bagi ribuan jamaah Kristen serta Muslim dan Yahudi yang mengadakan perayaan mereka masing-masing dalam satu waktu. Namun, keputusan itu membuat para pemimpin gereja marah.

Para pemimpin gereja menilai keputusan Israel ini sebagai upaya lama untuk membatasi hak dan kebebasan komunitas Kristen setempat. Para pemimpin gereja mengatakan, mereka tidak akan bekerja sama dengan polisi Israel.

"Kami akan terus menegakkan status quo, dan upacara akan diadakan seperti biasa selama dua milenium dan semua yang ingin beribadah bersama kami diundang untuk hadir," kata Patriarkat Ortodoks Yunani, Kustodi Tanah Suci, dan Armenia dalam pernyataan bersama.  

Tahun-tahun sebelumnya, sebanyak 10 ribu jemaah memadati Gereja Makam Suci. Sementara, tahun ini, polisi Israel hanya mengizinkan 1.800 jemaah gereja, dengan 1.200 lainnya ditempatkan di luar. Pos pemeriksaan tambahan di sekitar Kota Tua juga akan membatasi akses ke area sekitar gereja.

Tahun ini, sensitivitas seputar perayaan keagamaan di Kota Tua sangat tinggi, mulai dari bulan suci Ramadhan, hari raya Paskah Yahudi, dan Paskah bertepatan pada saat ketegangan Israel-Palestina meningkat. Pada Selasa (11/4/2023), Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa pengunjung Yahudi tidak akan diizinkan masuk ke Kompleks Masjid al-Aqsha selama 10 hari terakhir Ramadhan.

"Ketika saya melihat ke depan, Ramadhan masih merupakan periode sensitif. Kami dalam kesiapan penuh," ujar juru bicara militer Israel Daniel Hagari.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: