Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kecam Status Siaga Tempur di Papua, Amnesty International: Ini Berisiko Timbulkan Banyak Korban!

Kecam Status Siaga Tempur di Papua, Amnesty International: Ini Berisiko Timbulkan Banyak Korban! Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Amnesty International menanggapi perubahan status operasi TNI di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan, dari pendekatan lunak (soft approach) naik menjadi siaga tempur.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan bahwa selama puluhan tahun, Indonesia menerapkan pendekatan keamanan dalam mengatasi konflik di Papua, selama itu pula korban terus berjatuhan.

Baca Juga: Panglima TNI Tetapkan Status Siaga Tempur di Papua, Bamsoet: Jangan Ragu Tindak KKB!

"Pendekatan keamanan terbukti tidak menyelesaikan kekerasan di Papua. Namun, negara tidak pernah belajar dari pengalaman ini," tegas Usman, dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (19/4/2023).

Usman menyampaikan bahwa pihaknya sangat menyayangkan keputusan Panglima TNI yang menaikkan status operasi TNI menjadi siaga tempur tersebut. "Status siaga tempur ini merupakan keputusan dengan dampak yang besar dan hingga diumumkan Panglima TNI, belum ada keputusan politik dari negara terkait status ini," katanya.

Menurutnya, pemberlakuan siaga tempur ini meningkatkan risiko keselamatan warga sipil di sana dan juga pilot Susi Air asal Selandia Baru, Phillip Mehrtens, yang masih disandera kelompok pro-kemerdekaan pimpinan Egianus Kogoya. 

"Potensi pelanggaran HAM dengan korban jiwa juga makin besar, apabila kita merujuk pada insiden kekerasan empat tahun belakangan ini. Korbannya tidak hanya warga sipil, tetapi juga dari kalangan aparat keamanan," ungkap dia.

Secara otomatis, Usman menilai, status ini pun berisiko menimbulkan eskalasi kekerasan di Papua. Usman menegaskan, pihaknya sudah sering mengingatkan bahwa kondisi HAM di Papua sudah sangat mengkhawatirkan. 

"Kami mencatat dalam lima tahun terakhir setidaknya sudah 179 warga meninggal dalam puluhan kasus pembunuhan di luar hukum yang melibatkan aparat keamanan dan kelompok pro-kemerdekaan Papua," ucapnya.

Dengan begitu, Usman berujar, Amnesty International menyerukan agar aparat keamanan segera menghentikan operasi militer dengan status siaga tempur TNI dan mengedepankan pendekatan dialog dengan kelompok pro-kemerdekaan serta pihak-pihak terkait untuk mencegah potensi pelanggaran HAM dan krisis kemanusiaan yang lebih besar.

"Kami juga mendesak agar proses pembebasan sandera dilakukan tanpa menimbulkan korban sipil," tandasnya.

Lebih lanjut, Amnesty International mengungkapkan bahwa berdasarkan Pasal 17 Undang-undang No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI merupakan kewenangan Presiden dan harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.  

"Data yang diperoleh Amnesty International Indonesia mengungkapkan bahwa sejak 2018 hingga 2022, terdapat setidaknya 94 kasus pembunuhan di luar hukum yang melibatkan aparat TNI, Polri, petugas lembaga pemasyarakatan, dan kelompok pro-kemerdekaan Papua yang menewaskan setidaknya 179 warga sipil," paparnya.

Tercatat, selama periode 2018 hingga 2022, jumlah korban yang meninggal dari pihak TNI sebanyak 35 jiwa dari 24 kasus pembunuhan di luar hukum, 9 anggota Polri dari 8 kasus, dan 23 anggota kelompok pro-kemerdekaan Papua dari 17 kasus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: