Muhaimin Minta Pemerintah Tak Ikuti Kemauan China Soal APBN Jadi Jaminan Bunga Utang Proyek Kereta Cepat Kebanggaan Jokowi: Risikonya Besar!
Jika ditotal, pembengkakan biaya proyek KCJB sendiri mencapai 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 17,7 triliun. Jumlah itu, sebagian dipenuhi dengan pinjaman ke CDB. Sisanya dipenuhi dari penyetoran modal tambahan ke PT KCIC yang salah satunya dipenuhi dengan suntikan PMN.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menganggap, permintan China tidak masuk akal. Karena proyek ini harusnya komersil dan target penumpang kereta cepat juga bukan orang miskin yang butuh subsidi. Ia mengungkit saat pembuatan feasibility study (FS).
"Harus diwaspadai apakah ini skenario jerat utang atau debt trap kreditur China? Jadi, seolah-olah BUMN yang menanggung utang, tapi sebenarnya BUMN dijamin APBN. Ini namanya utang tersembunyi yang berbahaya bagi kelangsungan APBN," ulas Bhima, tadi malam.
Mirisnya, risiko jerat utang akan membuat ekonomi suatu negara tergantung oleh kreditur. Karena hampir sulit utangnya dilunasi, beban bunga dan cicilan pokok ditanggung seluruh pembayar pajak. Dalam kondisi kemampuan bayar terus turun, dan aset proyek akan dikelola oleh pihak asing.
Bhima meminta, daya tawar Pemerintah dalam negosiasi dengan kreditur jangan lemah. Masalah pembengkakan biaya harusnya tanggung jawab kreditur dan konsorsium. APBN harus dijauhkan dari meja perundingan.
"Tidak boleh sebut-sebut APBN. Toh China juga mendapat banyak konsesi nikel di Indonesia, harusnya proyek yang dibiayai China ikut jadi beban China. Bagaimanapun juga kereta cepat adalah proyek mercusuar di bawah Belt Road Initiative atau jalur sutera baru yang menjadi tanggung jawab China," terangnya.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, jika Pemerintah menyetujui permintaan China, itu jelas melanggar konstitusi. APBN harus ditetapkan undang-undang, dan mendapat persetujuan DPR.
Lagipula, proyek KCJB yang digarap China, lebih mahal ketimbang yang ditawarkan Jepang.
Hitungan Anthony, total biaya kereta cepat China sudah termasuk biaya bunga utangnya 11,75 persen, lebih mahal ketimbang Jepang. Tepatnya 6,98 miliar dolar AS berbading 6,246 miliar dolar AS.
Ia juga memprediksi, adanya kerugian negara akibat pembengkakan biaya 1,176 miliar dolar AS. Dengan 60 persen atau 705,6 juta dolar AS menjadi tanggungan Indonesia.
"Kalau biaya bunga dihitung selama 40 tahun masa pinjaman proyek, kerugian ini jauh lebih besar lagi," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait:
Advertisement