Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

72 Persen Publik Menginginkan Sistem Proporsional Terbuka, Ternyata Ini Alasannya

72 Persen Publik Menginginkan Sistem Proporsional Terbuka, Ternyata Ini Alasannya Tinta pemilu | Kredit Foto: Antara/Antara/Rafiuddin Abdul Rahman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mayoritas publik Indonesia (72 persen) menginginkan pemilihan umum legislatif menggunakan sistem proporsional terbuka di mana warga memilih partai atau calon, dan calon anggota DPR yang mewakili partai tersebut ditentukan oleh pemilih atau rakyat secara langsung, bukan oleh pimpinan partai. 

Demikian temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk “Sistem Pemilu di Mata Pemilih: Terbuka atau Tertutup?” yang dilakukan pada 2-5 Mei 2023 pada pemilih kritis. 

Deni menunjukkan bahwa dukungan publik pada sistem proporsional terbuka dalam Pemilu Legislatif sangat kuat. 

Baca Juga: Dari Laba Jumbo Hingga Cetak Sejarah Dividen BUMN, Komisi VI DPR Puji Kinerja Cemerlang Erick Thohir

Yang menginginkan sistem proporsional tertutup di mana warga hanya memilih partai dan calon anggota DPR ditentukan oleh pimpinan partai hanya 19 persen. Masih ada 9 persen yang belum punya sikap. 

Sikap mayoritas warga yang menginginkan sistem pemilu proporsional terbuka ini, lanjut Deni, konsisten dalam 3 kali survei (Januari, Februari, dan Mei 2023). 

Yang menginginkan sistem proporsional terbuka sekitar 71-73 persen, jauh lebih banyak dibanding yang menginginkan proporsional tertutup, 16-19 persen.

Lebih jauh Deni menunjukkan bahwa keinginan kuat warga untuk sistem proporsional terbuka tersebut sejalan dengan pandangan warga yang lebih banyak merasa diwakili oleh orang yang dipilih sebagai anggota DPR dibanding partai politik asal anggota DPR tersebut. 

Sebanyak 49 persen yang lebih merasa diwakili oleh orang yang dipilih sebagai anggota DPR, sementara yang lebih merasa diwakili oleh partai politik asal anggota DPR tersebut hanya 28 persen, dan masih ada 24 persen yang belum jawab.

Baca Juga: Dari Laba Jumbo Hingga Cetak Sejarah Dividen BUMN, Komisi VI DPR Puji Kinerja Cemerlang Erick Thohir


Deni melanjutkan bahwa sistem proporsional terbuka merupakan aspirasi mayoritas massa pemilih semua partai, dukungan terentang dari 62 sampai 86 persen. Bahkan massa pemilih PDIP yang merupakan partai pendukung sistem proporsional tertutup juga umumnya mendukung sistem proporsional terbuka dengan tingkat dukungan 73 persen.

“Langkah PDIP mengusulkan sistem pemilu proporsional tertutup tampaknya bertentangan dengan aspirasi mayoritas pemilihnya yang lebih menginginkan sistem proporsional terbuka,” kata Deni.



Lebih jauh, sistem pemilu proporsional terbuka juga diinginkan oleh mayoritas warga di setiap lapisan demografi dan wilayah. Terlepas dari jenis kelamin, tempat tinggal (desa-kota), usia, dan pendidikan, mayoritas publik memberi dukungan pada sistem proporsional terbuka.

Demikian pula dari agama, etnis, dan wilayah. Perbedaan demografi dan wilayah ini tidak membedakan aspirasi warga. Mayoritas warga di setiap kelompok demografi dan wilayah lebih mendukung sistem proporsional terbuka. 


Baca Juga: Soal RUU Pembatasan Uang Kartal, Bambang Pacul: Kalau Disahkan, Sistem Pemilu Harus Diubah!

Deni menjelaskan bahwa “pemilih kritis” adalah pemilih yang punya akses ke sumber-sumber informasi sosial-politik secara lebih baik karena mereka memiliki telepon atau cellphone sehingga bisa mengakses internet untuk mengetahui dan bersikap terhadap berita-berita sosial-politik. 

Mereka umumnya adalah pemilih kelas menengah bawah ke kelas atas, lebih berpendidikan, dan cenderung tinggal di perkotaan. Mereka juga cenderung lebih bisa memengaruhi opini kelompok pemilih di bawahnya. Total pemilih kritis ini secara nasional diperkirakan 80%.

Pemilihan sampel dalam survei ini dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD adalah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak. 

Baca Juga: Banyak Ideologi dan Paham Tidak Benar Masuk ke Indonesia, PKB: Jangan Jadikan Pemilu Pemecah Persatuan

Dengan teknik RDD sampel sebanyak 925 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening. Margin of error survei diperkirakan ±3.3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling. Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

Advertisement

Bagikan Artikel: