Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kasus Bjorka dan Ransomware BSI Jadi Bukti Kejahatan Siber Makin Marak di Indonesia?

Kasus Bjorka dan Ransomware BSI Jadi Bukti Kejahatan Siber Makin Marak di Indonesia? Kredit Foto: Unsplash/Arpad Czapp

Ia mengutip dari data Statista bahwa pada tahun 2023 nilai kejahatan siber mencapai US$11 triliun. Bahkan, pada tahun 2027 jumlahnya bisa mencapai US$23,8 triliun. Hal ini yang kemudian membuat Amerika Serikat membentuk National Initiative For Cybersecurity Education (NICE) untuk memperkuat keamanan siber.

“Nilai bisnis di sini sangat besar sehingga Amerika Serikat terpaksa membentuk banyak inisiatif baru, di antaranya saya membaca mereka telah membentuk NICE. Jadi mereka benar-benar menciptakan orang dari sistem edukasi karena permintaan yang besar. Mereka saat ini sudah mengambil SDM sekitar 925.000 dan masih kurang 500.000 lagi untuk mengawal keamanan siber,” katanya.

Lebih lanjut, Rhenald Kasali menekankan bahwa dalam kasus kebocoran data, tidak hanya reputasi perusahaan yang dipertaruhkan, tetapi juga uang nasabah dan keselamatan orang.

“Sementara kerugian yang dialami oleh perusahaan yang terkena serangan siber itu bukan hanya menyangkut soal reputasi, tetapi juga uang nasabah dan keselamatan orang karena pelanggan bisa saja meninggalkan kita dan tidak kembali lagi,” jelasnya.

Untuk itu, ia mengharapkan agar BSI beserta bank-bank lainnya dapat meningkatkan dan mengalokasikan dana yang lebih untuk pertahanan siber.

“Mudah-mudahan saja BSI dan bank-bank kebanggan kita ini bisa menjaga nasabah-nasabahnya sehingga tidak menjadi upaya dari bank-bank asing untuk mengambil mereka,” tandasya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: