Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan mendukung terwujudnya pola kemitraan yang kuat antara petani dan perusahaan. Salah satunya melalui kebijakan Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) sebagai skema kemitraan baru setelah berakhirnya program pemerintah seperti Program Inti Rakyat (PIR) Bun, PIR NES, PIR KKPA.
Hal itu dijelaskan Heru Tri Widarto, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI, dalam Diskusi Virtual Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertemakan "Memperkuat Kemitraan Sawit Melalui Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat", dilansir dari laman Majalah Sawit Indonesia, Senin (29/5).
Baca Juga: Indonesia-Malaysia Siap Lawan Diskriminasi Sawit di Uni Eropa
"Dengan berakhirnya berbagai program PIR tadi sekitar 2005, pembangunan kebun bagi masyarakat sekitar menjadi salah satu solusi mengatasi ketimpangan kesejahteraan di perkebunan dan menjaga hubungan yang harmonis antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat di sekitarnya," ujarnya.
Heru menjelaskan bahwa FPKM perusahaan Perkebunan sesuai dengan regulasi di bidang perkebunan wajib melakukan FPKM. Tidak hanya itu, ditegaskan Heru, kemitraan antara pekebun dengan perusahaan perkebunan harus dilakukan pengawasan oleh pemerintah.
Lebih lanjut dijelaskan Heru, terdapat tiga fase pelaksanaan FPKM oleh perusahaan perkebunan. Pertama, ini berlaku bagi perusahaan perkebunan yang memiliki perizinan usaha perkebunan sebelum tanggal 28 Februari 2007. Khusus bagi perusahaan perkebunan yang telah melaksanakan kemitraan melalui pola PIR-BUN, PIR-TRNS, PIR-KKPA atau pola kemitraan kerja sama inti-plasma lainnya dianggap telah melakukan FPKM dan tidak dikenakan kembali kewajiban FPKM.
"Kalaupun belum mengimplementasikan FPKM, perusahaan dapat memilih pola usaha produktif sebagaimana diatur pasal 7 Permentan 18/2021," ujar Heru.
Kedua, dijalankan oleh perusahaan yang memiliki perizinan usaha perkebunan setelah tanggal 28 Februari 2007 sampai dengan 2 November 2020. Di fase ini, pemerintah memberikan kemudahan dengan mempertimbangkan ketersediaan lahan, jumlah keluarga masyarakat sekitar yang layak sebagai peserta, dan kesepakatan antara Perusahaan Perkebunan dengan masyarakat sekitar.
"Apabila tidak terdapat lahan untuk dilakukan FPKM sesuai lokasi dalam kewenangan perizinan, dilakukan kegiatan usaha produktif sesuai kesepakatan antara perusahaan Perkebunan dengan masyarakat sekitar," jelas Heru.
Ketiga, bagi perusahaan perkebunan yang memiliki perizinan usaha perkebunan setelah tanggal 2 November 2020. Jadi, perusahaan yang izin usaha budi daya untuk lahan seluruh atau sebagian dari APL (areal penggunaan lain) di luar HGU dan pelepasan kawasan hutan diwajibkan menjalankan FPKM. Maka, perusahaan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, seluas 20% dari luas lahan tersebut.
Sesuai Permentan No. 18 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar, perusahaan diberikan berbagai opsi kemitraan antara lain melalui pola kredit, pola bagi hasil, bentuk pendanaan lain yang disepakati para pihak, dan bentuk kemitraan lainnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement