DPR Heran Tembakau Disamakan dengan Narkotika dan Alkohol di RUU Kesehatan: Kok Bisa?
"Tembakau memiliki nilai ekonomi tinggi. Bahkan nilai ekonominya lebih tinggi dari sawit. Kemudian juga bisa menyejahterakan petani kita yang jumlahnya jutaan orang. Dari sisi industrinya, itu serapan tenaga kerjanya kurang lebih ada 5 juta. Kemudian, cukai rokoknya mencapai ratusan triliun rupiah. Namanya tembakau ini sangat positif bagi pertumbuhan ekonomi, bagi kesejahteraan masyarakat," jelas Firman memaparkan.
Maka, tembakau sebagai produk legal tidak bisa disamakan dengan narkotika dan psikotropika yang dilarang keras oleh hukum. ”Kami tidak sepakat disamakan dengan narkotika," imbuhnya.
Baca Juga: DPR: Pasal Tembakau di RUU Omnibus Kesehatan Bisa Membunuh Petani dan Industri
Penolakan atas pasal penyamarataan tembakau dengan narkotika dan psikotropika sebenarnya bukan hanya datang dari parlemen sebagai perwakilan rakyat. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga secara tegas menolak ini.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan telah menolak bunyi pasal 154 dalam RUU Kesehatan dimaksud. "Kami keberatan itu. Kami sudah kirim surat," ucapnya.
Sebab, pengelompokan tembakau yang seolah sama dengan narkotika sebagai zat adiktif dikhawatirkan akan menimbulkan kesalahpahaman publik.
"Kita memang sudah melakukan komunikasi, sudah mendiskusikan untuk mempertimbangkan kembali pengelompokan tersebut. Jadi memang sudah dalam proses agar tidak disalahmengertikan," kata Direktur Jenderal Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menambahkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement