Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Depan Negara Maju, Sri Mulyani Tagih Janji Investasi Rp1.500 Triliun untuk Transisi Energi

Di Depan Negara Maju, Sri Mulyani Tagih Janji Investasi Rp1.500 Triliun untuk Transisi Energi Kredit Foto: Instagram/Sri Mulyani Indrawati
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menagih janji atas langkah konkret dari negara maju untuk membantu pendanaan aksi iklim, melalui pemenuhan komitmen sebesar US$100 miliar atau Rp1.499 triliun (asumsi kurs Rp14,994.00 per dolar AS) per tahun yang hingga saat ini masih belum terpenuhi.

"Langkah konkret dari negara maju sangat dibutuhkan untuk membantu pendanaan aksi iklim termasuk melalui pemenuhan komitmen sebesar US$100 miliar per tahun yang hingga saat ini masih belum terpenuhi," ungkap Sri Mulyani, dalam keterangan resmi, dikutip Senin (26/6/2023).

Baca Juga: Datangi Menkeu Inggris, Sri Mulyani Bahas Transisi Energi Hingga Perang Rusia-Ukraina

Hal tersebut dia sampaikan dalam gelaran Paris Summit 2023 yang berlangsung pada 21-23 Juni 2023 di Paris, Perancis. Acara ini dihadiri berbagai kepala negara dan pemerintahan dunia, Komisi Eropa, Dewan Eropa, hingga Bank Sentral Eropa.

Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani membagikan pengalaman Indonesia terkait kemajuan dan tantangan implementasi Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform yang telah diluncurkan Indonesia pada Presidensi G20 Indonesia tahun lalu, sebagai bentuk capaian dan pembelajaran bersama terutama untuk mendukung transformasi ekonomi. 

"Masih terdapat sejumlah tantangan dalam menjalankan transisi energi di Indonesia, di antaranya, yaitu biaya pinjaman (cost of borrowing) yang masih tinggi dan kebutuhan investasi energi yang tinggi yang melibatkan sektor publik dan swasta," katanya.

Dia juga menyampaikan bahwa dalam menghadapi perubahan iklim, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Menurutnya, dibutuhkan kerja sama global untuk menghadapi tantangan ini, baik dari sisi pembiayaan, teknologi, maupun keahlian untuk mencapai transisi yang adil dan terjangkau bagi semua.

"Saat ini, banyak negara berkembang memiliki keterbatasan dalam pendanaan perubahan iklim. Oleh karena itu, diperlukan dukungan sistem keuangan global termasuk bank pembangunan multilateral dalam mengatasi kesenjangan pembiayaan (financing gap) terutama untuk negara berkembang," tuturnya.

Selain pemenuhan komitmen sebesar US$100 miliar per tahun dari negara maju, diperlukan juga antisipasi dampak perubahan iklim dengan intensitas lebih tinggi yang berbahaya dan mengakibatkan kehilangan dan kerusakan (loss and damage) baik pada alam maupun manusia. 

"Berbagai upaya dan antisipasi yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan kapasitas bank pembangunan multilateral dan lembaga keuangan, termasuk memprioritaskan fasilitas hibah dan concessional financing lainnya," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: