MA Singapura Putuskan Kripto sebagai Bagian dari Properti Pribadi
Kredit Foto: Unsplash/Stanislaw Zarychta
Pada 25 Juli, Hakim Mahkamah Agung (MA) Singapura, Philip Jeyaretnam menjatuhkan putusan bahwa mata uang kripto adalah properti yang dapat dipegang dalam bentuk kepercayaan.
Hakim tersebut menyatakan dia tidak melihat adanya perbedaan antara kripto dan uang fiat selama semua objek tersebut, baik berwujud fisik maupun tidak, memiliki nilai yang tercipta melalui kepercayaan bersama.
Dilansir dari Cointelegraph, Kamis (27/7/2023), Jeyaretnam memberikan putusan dalam kasus yang diajukan oleh perusahaan Bybit melawan mantan karyawannya, Ho Kai Xin. Bybit mengklaim mantan stafnya tersebut mentransfer sekitar 4,2 juta Tether (USDT) (Rp62,97 miliar) dari bursa kripto ke akun pribadinya.
Namun, Ho justru menuduh sepupunya yang tidak hadir dalam sidang sebagai pemilik rekening tersebut. MA pun telah memerintahkan Ho untuk mengembalikan uang tersebut kepada Bybit.
Baca Juga: Pemerintah Kanada Usulkan Peraturan Baru bagi Perusahaan Kripto
Meskipun mungkin tampak jelas, keputusan tersebut mengandung beberapa formulasi yang penting bagi status yuridis aset digital. Jeyaretnam menyebut USDT yang dicuri, serta mata uang kripto secara umum, sebagai properti, meski mereka tidak berbentuk fisik.
"Kami mengidentifikasi apa yang terjadi pada token digital agak mirip dengan cara kami memberi nama kepada sebuah sungai meskipun air yang terdapat di dalamnya terus berubah," ujarnya.
Dia menolak kecurigaan umum bahwa kripto tidak memiliki nilai "nyata," mengingatkan bahwa nilai adalah "penilaian yang dibuat oleh kumpulan pikiran manusia."
Jeyaretnam juga mengklasifikasikan kripto dalam kategori "hal-hal yang dapat dituntut." Dalam common law Inggris, hal itu berarti jenis properti yang hak-hak pribadi dapat diklaim atau ditegakkan melalui tindakan hukum, bukan dengan mengambil kepemilikan fisik.
Dalam putusannya, hakim mengutip kertas konsultasi dari Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) yang akan menerapkan persyaratan pemisahan dan pengawasan untuk token pembayaran digital. Jika secara praktis mungkin untuk mengidentifikasi dan memisahkan aset digital tersebut, secara hukum dimungkinkan untuk menahan mereka dalam bentuk kepercayaan.
Keputusan tersebut menyebutkan Perintah 22 dari Peraturan MA Singapura 2021, yang mendefinisikan "properti bergerak" termasuk "uang tunai, utang, deposito uang, obligasi, saham atau surat berharga lainnya, keanggotaan dalam klub atau perkumpulan, dan mata uang kripto atau mata uang digital lainnya."
Sementara pada Mei 2022 lalu, MA Inggris memutuskan bahwa Non-Fungible Token (NFT) mewakili "properti pribadi." Para ahli menyebut keputusan tersebut sebagai "preseden yang bagus" bagi orang-orang yang berinvestasi dalam NFT yang berharap pengadilan di Inggris akan melindungi hak-hak properti mereka.
Baca Juga: Alih-Alih Bitcoin, Kini Para Investor Kripto Lebih Tertarik pada Ether dan XRP
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement