Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

JATAM soal Proyek Transisi Energi JETP: Tak Lebih dari Kolonialisme Industri Energi

JATAM soal Proyek Transisi Energi JETP: Tak Lebih dari Kolonialisme Industri Energi Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia menjadi negara kedua, setelah Afrika Selatan, yang mengumumkan kerja sama Just Energy Transition Partnership (JETP). Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) melihat proyek yang digadang-gadang akan mempercepat transisi dari energi ‘kotor’ menjadi ‘bersih’ ini justru sebagai kolonialisme dari industri energi.

Kepala Divisi Simpul JATAM Bagus Hadi Kusuma menilai proyek-proyek yang disebut sebagai transisi energi bersih tersebut justru akan menjadikan masyarakat sebagai korban. Hal ini karena tidak adanya partisipasi masyarakat dalam proyek tersebut.

“Kalau kita bicara transisi energi secara keseluruhan yang ada saat ini, JATAM sendiri melihatnya ini tidak lebih dari kolonialisme industri energi. Dalam praktiknya, semuanya masih tetap bersandar pada perluasan infrastruktur atau kapital bisnis dari industri energi. Transisi energi masih tidak melibatkan masyarakat, tidak mendapatkan persetujuan masyarakat di sana. Pada ujungnya, masyarakat yang setapak ini yang menjadi korban dari proyek-proyek yang diklaim sebagai transisi energi bersih,” ujarnya dalam diskusi publik virtual Transisi Energi JETP: Apa dan Bagaimana Dia Bekerja? yang dihelat Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta, Rabu (2/8/2023).

Baca Juga: Soal Keadilan Transisi Energi Melalui JETP, Pengamat: Sulit Diwujudkan

Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia sebesar 72 juta ton dan menyumbang 52% dari seluruh cadangan nikel dunia. Menurutnya, kebutuhan energi nikel ini akan meningkat seiring meningkatnya investasi nikel di Indonesia. Kebutuhan akan energi nikel yang begitu besar ini tentunya berkaitan dengan transisi energi bersih, yaitu untuk pemenuhan kebutuhan baterai kendaraan listrik.

“Di satu sisi, ada kebutuhan energi yang begitu besar berkaitan dengan meningkatnya investasi nikel di Indonesia. (Hal) itu juga berkaitan dengan energi bersih, yaitu mobil listrik, yang sebagian besar nikelnya diambil dari kawasan Timur Indonesia. Yang juga butuh pembangkitan energi secara besar-besaran, yang saat ini masih disuplai batu bara untuk mengolah nikel mentah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik,” paparnya.

Ia menilai masih digunakannya batu bara untuk membangkitkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan cermin dari skema transisi energi yang tujuan utamanya untuk perluasan infrastruktur industri energi.

“Di Perpres Nomor 112 tahun 2022 soal percepatan transisi energi, tapi di satu sisi Perpres tersebut juga masih mengizinkan pembangkitan PLTU-PLTU baru untuk kepentingan hilirisasi tambang. Artinya, dari awal memang skemannya dibangun untuk perluasan infrastruktur bisnis energi,” tegasnya.

Ia menambahkan, saat ini pemain-pemain bisnis di sektor energi ‘bersih’ sebenarnya merupakan pemain bisnis di sektor energi ‘kotor’. Ia menyimpulkan bahwa bisnis transisi energi ini selain untuk memperluas infrastruktur bisnis, tetapi juga untuk memperpanjang umur industri energi ‘kotor’ tersebut.

“Kalau misalnya kita cek pemain-pemain bisnis industri energi bersih, sebagian besar masih berkaitan dengan industri energi-energi kotor. Misalnya di geothermal, ada Chevron yang kita tahu core bisnis utamanya adalah migas. Dan masih banyak perusahaan lain yang juga bergerak di sektor yang sama turut berpartisipasi dalam bisnis transisi energi ini. Jadi, JATAM sendiri melihat skema bisnis transisi energi ini selain memperluas infrastruktur kapital bisnisnya, juga memperpanjang umur dari industri energi kotornya itu sendiri,” tutupnya. 

Baca Juga: Celios: Pemerintah Daerah Perlu Terlibat Aktif dalam Proses Pensiun Dini PLTU

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: