Soal Aturan Impor di Bawah Rp1,5 Juta, APLE: Bisa Menimbulkan Risiko Impor Ilegal!
Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE) menyoroti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 yang melarang importir menjual barang dengan nilai kurang dari US$100 atau setara Rp1,5 juta per unit di marketplace.
Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE), Sonny Harsono, menilai, kebijakan baru ini tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan. Sebagai contoh, jika pemerintah menghentikan impor barang-barang seperti aksesoris ponsel dan/atau elektronik yang tidak diproduksi di dalam negeri, justru menimbulkan risiko terjadinya kegiatan impor ilegal.
Baca Juga: OJK: Penetrasi Internet Naik 216 Juta Pengguna, E-Commerce Kontribusi 80% Ekonomi Digital
"Sebab secara prinsip ekonomi, jika permintaan masih ada, penawaran pun akan berlangsung. Kondisi ini sebenarnya sudah tergambar pada e-commerce lokal yang menunjukkan sebagian besar barang impor ditawarkan oleh penjual non-importir," jelasnya, dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (2/8/2023).
Lebih lanjut ia menjelaskan, platform yang memfasilitasi transaksi cross-border semacam ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara. Meski begitu, di negara-negara lain berlaku pula kebijakan yang sama, yaitu berupa pengenaan pajak pada harga tertentu, bukan pelarangan di bawah harga tertentu.
APLE juga menyebut ada platform besar yang melakukan transaksi ekspor cross-border UMKM ke enam negara dengan volume melebihi angka impor. Artinya, transaksi ini sesungguhnya meningkatkan current account, atau selisih antara ekspor dan impor di suatu negara. Oleh karena itu, penutupan keran transaksi impor lintas negara tersebut justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM apabila platform belanja menghentikan semua transaksi cross-border ke Indonesia.
Para pengusaha yang tergabung dalam APLE menjelaskan, proses impor cross-border ke Indonesia dewasa ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dari sisi proses, impor dilakukan seratus persen secara digital dan terotomatisasi, terlebih bea cukai sudah mengaplikasikan e-catalog agar pendapatan negara yang berasal dari bea masuk (BM), pajak pertambahan nilai (PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh) yang besar dapat dipastikan sesuai.
"APLE berharap pemerintah tetap memberikan dukungan bagi platform belanja untuk menjalankan transaksi cross-border. Sebab, platform yang tidak melakukan transaksi cross- border justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM tersebut lantaran masih ada barang eks-impor di sana yang memang boleh diperjualbelikan tanpa harus memenuhi kewajiban pemberian keterangan asal barang. Tentu hal semacam ini malah merugikan negara karena barang-barang eks-impor ini tidak dikenai pajak," tegas Sonny.
APLE pun mengajukan empat solusi terhadap persoalan ini. Pertama, pemerintah diharapkan mewajibkan platform pelaku transaksi impor cross-border untuk memfasilitasi ekspor lintas negara dengan volume yang lebih tinggi. Pemberian insentif bagi platform yang sudah menjalankan hal tersebut juga penting. Insentif dapat diberikan melalui dukungan layanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta instansi lain yang terkait.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement