Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hilirisasi Nikel Indonesia dalam Rivalitas Ekonomi dan Geopolitik antara AS dan China

Hilirisasi Nikel Indonesia dalam Rivalitas Ekonomi dan Geopolitik antara AS dan China Bendera China dan AS berkibar di luar gedung perusahaan di Shanghai, China 16 November 2021. | Kredit Foto: Reuters/Aly Song
Warta Ekonomi, Jakarta -

Prof Didin S Damanhuri, Guru Besar IPB & Universitas Paramadina, menyatakan bahwa dalam menghadapi tantangan global terkait energi dan lingkungan, Indonesia terlibat dalam perdebatan mengenai proyeksi masa depan energi dan dampaknya terhadap geopolitik.

Dalam wawancara eksklusif di program Zoominari Kebijakan Publik bertema Hilirisasi, Untungkan Siapa? yang digelar Narasi Institute pada Jumat (18/8/2023) lalu, dia mengungkapkan kompleksitas isu ini dengan mengaitkan upaya transisi dari energi kotor ke bersih, khususnya melalui mobil listrik, dengan rivalitas antara China dan Amerika Serikat dalam perspektif geopolitik.

Pakar tersebut menjelaskan bahwa proyeksi masa depan dunia melibatkan pengurangan emisi karbon dengan menggantikan energi kotor dengan energi bersih. Proses ini diperkuat dengan keberadaan mobil listrik yang diharapkan dapat mengurangi karbon dioksida dan dampak perubahan iklim.

Baca Juga: Mengulik Alasan di Balik Serbuan Mobil Listrik China di Pasar Otomotif Indonesia 

Namun, upaya ini belum sepenuhnya diadopsi secara global, hanya beberapa negara seperti AS, Jepang, Korea Selatan, Eropa, dan China yang menjadi pionir dalam perkembangan mobil listrik.

Persaingan global dalam merebut peran strategis mobil listrik, yang dipandang sebagai komoditas masa depan, juga berdampak pada Indonesia. Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia memiliki potensi besar dalam industri baterai mobil listrik.

“Sebagai sebuah komoditas strategis masa depan yang nanti kan kita tahu energinya dari baterai. Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, cuman berupa material. Nah, pada saat yang sama terjadi dunia ini digunakan oleh sebuah konflik geopolitik dan geostrategi kualitas antara Amerika dan China, apalagi China sudah hampir menyalip kekuatan ekonomi Amerika," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (22/8/2023).

Dalam konteks rivalitas antara China dan AS, Indonesia memiliki posisi geopolitik yang menarik bagi keduanya. Posisi Indonesia yang dekat dengan China dan sebagai bagian dari poros geopolitik China-Indonesia memengaruhi kemungkinan dominasi China dalam industri mobil listrik.

“Indonesia sudah menjadi tempat yang memang dimenangkanlah oleh China di dalam rivalitas dengan Amerika, bahkan Elon Musk juga membutuhkan bahan baku lithium dan nikel harus bernegosiasi ke Beijing, walaupun sebenarnya tambangnya ada di Indonesia,” bebernya.

Dampak Rivalitas AS-China dan Perlunya Kewaspadaan

Rivalitas ekonomi dan geopolitik antara AS dan Republik Rakyat Tiongkok memiliki implikasi signifikan terhadap dinamika hilirisasi nikel di Indonesia. China, sebagai negara yang semakin mendominasi pasar global, memiliki kepentingan strategis dalam mengamankan pasokan nikel sebagai bahan baku untuk industri mobil listrik yang sedang berkembang pesat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: