Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menghadapi Tantangan Mobil Listrik: Antara Energi Bersih, Geopolitik, dan Kesejahteraan Nasional

Menghadapi Tantangan Mobil Listrik: Antara Energi Bersih, Geopolitik, dan Kesejahteraan Nasional Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K

Alternatif Hilirisasi yang Tidak Dieksplorasi dengan Optimal

Meskipun Pemerintah Indonesia memilih untuk fokus pada hilirisasi nikel, terdapat beragam potensi sektor lain yang belum dieksplorasi dengan optimal. Salah satu contoh yang menonjol adalah sektor agro dan maritim.

Sebenarnya sektor-sektor ini memiliki potensi yang cukup besar untuk memberikan manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, tapi belum mendapatkan perhatian serius dalam rencana hilirisasi. Misalnya, sektor pertanian dan perikanan memiliki daya tarik tersendiri karena teknologinya yang sederhana dan potensi dampak berganda pada ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat.

Garam, sebagai contoh, memiliki teknologi yang relatif sederhana dan dapat dihasilkan secara lokal. Namun, saat ini Indonesia masih mengandalkan impor garam industri dan konsumsi. Jika garam dapat diolah dan dihasilkan secara mandiri, hal ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada impor, tetapi juga memberikan dampak positif pada ketenagakerjaan dan sektor petani lokal.

Selain itu, sektor maritim seperti perikanan, rumput laut, dan hasil laut lainnya juga memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Keputusan untuk fokus pada hilirisasi nikel seharusnya tidak mengesampingkan potensi sektor lain yang dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih merata dan berkelanjutan.

Didin mengatakan, “sebut saja misalnya garam. Itu teknologinya sederhana bisa banyak dilakukan di Madura dan sebagainya sekarang ini, baik garam industri maupun garam konsumsi, sudah dikuasai oleh impor, tapi kalau memang mau hilirisasi, mengapa teknologi yang udah dikuasai berpuluh-puluh tahun sebelum tahun 90-an tidak diseriuskan untuk hilirisasi garam misalnya, belum rumput laut, belum Rajungan, ikan, kemudian karet, kelapa. Ini teknologi yang relatif sudah dikuasai oleh Indonesia, multiplier effect, baik ketenagakerjaan maupun finansial sampai kesejahteraan, jauh lebih punya dampak besar terhadap Indonesia dan rakyat Indonesia.”

Penting bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk mengkaji lebih lanjut sektor-sektor alternatif yang belum dieksplorasi secara optimal. Dengan memperhatikan potensi dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari sektor-sektor ini, Indonesia dapat mengambil langkah yang lebih seimbang dalam rencana hilirisasinya. Hal ini akan mendukung upaya untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, di mana manfaat ekonomi dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pilihan Hilirisasi Nikel untuk Kepentingan Politis

Menurut Didin, “lebih kuat lagi kita tahu bahwa posisi China di Indonesia ini makin dimudahkan karena banyak proxy dalam perspektif bisnis maupun proxy pada akhirnya juga banyak pejabat kita yang lebih heavy (welcoming) terhadap keberadaan China ini.”

Keputusan Pemerintah Indonesia untuk fokus pada hilirisasi nikel sebagai bagian dari strategi ekonomi memiliki kaitan erat dengan faktor politik yang melibatkan partai politik dan pemilihan umum. Hilirisasi nikel bukan hanya pertimbangan ekonomi semata, tetapi juga memiliki dimensi politik yang signifikan.

Para pemimpin partai politik, terutama menjelang Pemilu dan Pilpres 2024, memiliki kebutuhan akan dana yang besar untuk membiayai kampanye dan kegiatan politik mereka. Oleh karena itu, hilirisasi nikel, yang diharapkan mampu menghasilkan pendapatan yang besar, menjadi alternatif menarik untuk memenuhi kebutuhan dana ini.

Didin mengatakan, “pertanyaannya mengapa nikel sangat menonjol untuk hilirisasi pemerintahan Jokowi ini? Itu karena proyek nikel dengan saingan pabrik-pabrik mobil listrik di dunia, di mana China bisa membantu untuk kepentingan politik Jokowi, karena kita tahu partai-partai dalam rangka Pemilu 2024, Pilpres maupun Pilkada serentak itu butuh dana yang sangat besar.”

Faktor politik ini juga tercermin dalam rivalitas antar-menko yang melaporkan kasus ekspor ilegal nikel kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindakan ini dapat dipahami sebagai usaha para pemimpin politik untuk mencari dukungan publik dan mendapatkan manfaat politik dari isu tersebut. Selain itu, keputusan fokus pada hilirisasi nikel juga terkait dengan kepentingan ekonomi para elit politik yang memiliki keterlibatan dalam bisnis dan ingin memperoleh keuntungan dari sektor tersebut.

Mengapa nikel menjadi pilihan sedangkan komoditas lain seperti garam, ikan, dan lain-lain tidak? Secara tegas Didin mengatakan, “mengapa tidak dipilih? Karena uangnya kecil untuk kepentingan para elit politik pemburu rente."

Namun, perlu dicatat bahwa pilihan fokus pada hilirisasi nikel ini memiliki risiko yang perlu diakui. Hilirisasi yang terpusat pada nikel, sementara menghasilkan pendapatan yang signifikan, belum tentu memberikan manfaat jangka panjang bagi rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, dalam menghadapi pilihan strategi ekonomi, perlu adanya keseimbangan antara kepentingan politik jangka pendek dan manfaat jangka panjang bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Kasus Ekspor Nikel Ilegal karena Indonesia Gagal Kelola Industri Dalam Negeri

Kasus ekspor nikel ilegal menyoroti kegagalan Indonesia dalam mengelola industri dalam negeri dan menyerap nikel untuk kepentingan industri nasional. Meskipun Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, sebagian besar nikel hasil tambang diekspor secara mentah tanpa mengalami proses pengolahan di dalam negeri. Hal ini terjadi karena kurangnya infrastruktur, investasi, dan pengembangan industri hilirisasi yang memadai.

Didin berpendapat bahwa, “sebenarnya kalau mau telusuri lebih dalam, mengapa terjadi ekspor ilegal? Itu konsekuensi karena nikel ini sebagai satu pilihan realistis yang sangat menonjol dibanding pemerintah karena bagi para pebisnis yang merangkap jadi pejabat tinggi maupun pemimpin Indonesia untuk hilirisasi produk nikel menjadi produk antara." 

"Tapi kemudian ketika terjadi smelter sudah berjalan itu tidak laku untuk dijual oleh industri dalam negeri, akhirnya dia ekspor ke China, itu kelemahan Indonesia. Sehingga ekspor ilegal ini menjadi konsekuensi karena tidak siapnya Indonesia di dalam membangun satu struktur pohon industri berbasis nikel, satu konsekuensi logis dari ketidaksiapan Indonesia, belum lagi hal yang lebih detail berdasarkan laporan-laporan dari lapangan pertambangan nikel.”

Kegagalan ini memiliki dampak serius terhadap perekonomian dan penciptaan nilai tambah di Indonesia. Meskipun Indonesia memiliki sumber daya nikel yang melimpah, kurangnya kemampuan untuk mengolah nikel menjadi produk bernilai tambah menyebabkan sebagian besar manfaat ekonomi dari nikel justru dinikmati oleh negara lain, terutama China.

Simpulan

Dalam menghadapi kompleksitas ini, Indonesia dapat mengambil langkah yang bijaksana untuk masa depannya. Pertama, pemerintah perlu lebih memperkuat kerja sama dengan berbagai negara dalam pengembangan energi bersih, termasuk mobil listrik, dengan memastikan bahwa kepentingan nasional tetap terjaga tanpa menjadi boneka dalam persaingan geopolitik.

Selain itu, penting bagi Indonesia untuk berinvestasi dalam riset dan pengembangan teknologi terkait mobil listrik serta membangun infrastruktur yang mendukungnya.

Bagi Indonesia, untuk merangkul transisi menuju energi bersih dan mobil listrik dengan pandangan lebih holistik, perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan, perekonomian, dan geopolitik.

Pemerintah perlu bersikap tegas dalam merumuskan kebijakan yang menjunjung tinggi kedaulatan dan kepentingan nasional, sambil tetap memanfaatkan potensi industri nikel dengan bijak untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Baca Juga: Ribut-Ribut Hilirisasi Nikel, Dongkrak Ekonomi Indonesia atau China?

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: