Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masih Banyak Urusan Yang Lebih Penting, Perdamindo Sebut Pelabelan BPA Tidak Ada Urgensinya

Masih Banyak Urusan Yang Lebih Penting, Perdamindo Sebut Pelabelan BPA Tidak Ada Urgensinya Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Isu pelabelan BPA pada kemasan galon guna ulang saat ini terus bergulir. Namun demikian, sejumlah pihak mempertanyakan urgensi pelabelan tersebut lantaran hanya menyasar galon dan bukan kemasan pangan secara keseluruhan.

Perkumpulan Dunia Air Minum Indonesia (Perdamindo) menilai bahwa sebenarnya aturan pelabelan BPA dalam kemasan galon tidak memiliki urgensi yang jelas. Pemerintah diminta untuk mengurusi masalah yang lebih penting dibanding menyematkan label BPA.

"Kalau menurut Perdamindo memang ya engga urgent banget ya," kata Wakil Ketua Perdamindo, Achmad Zuhry di Jakarta, Selasa (22/8). 

Meskipun siap mengikuti aturan pemerintah terkait hal tersebut, namun Perdamindo menilai ada kerugian dan keuntungan dari pelabelan itu. Achmad berpendapat, pemerintah lebih baik mengurusi masalah sampah plastik dibanding memberikan label BPA pada galon. 

Dia melanjutkan, sejauh ini Perdamindo telah meminta kepada seluruh anggota agar berhati-hati dalam melayani masyarakat. Dia mengatakan, depot diminta untuk membersihkan galon sebelum diisi ulang dengan tidak merusak kemasan agar tidak ada senyawa yang bermigrasi. 

Sekretaris Jenderal Perdamindo, Ivan Edhison Nugroho meminta pemerintah agar jangan hanya mengeluarkan peraturan tanpa mengukur dampak dari aturan tersebut.

Dia menagih pemerintah agar juga memberikan solusi atas dampak dari kebijakan yang dihasilkan nantinya. 

Lebih jauh, dia meminta isu pelabelan BPA tidak hanya menyasar galon air minum tapi juga juga seluruh kemasan pangan, termasuk plastik hingga kaleng.

Menurutnya, kebijakan yang diterbitkan pemerintah jangan menyasar satu kemasan tertentu saja agar tidak menimbulkan persaingan usaha yang tidak perlu.

Kebijakan yang dibuat pemerintah juga harus mengacu pada kajian yang jelas dan jangan berdasarkan pesanan oleh pihak tertentu. Ivan meminta pemerintah melakukan pembuktian disertai riset di lapangan akan dampak BPA bagi manusia sebelum menerbitkan aturan pelabelan.

"Jadi jangan seolah-olah ini hanya ingin menutup ataupun menjegal salah satu produsen, kenapa (wacana pelabelan BPA) baru sekarang? kenapa nggak dari dulu? Buktikan bahwa apa dampaknya penggunaan galon BPA? Jangan tidak memberi bukti dan hanya atas sekedar larang saja," katanya.

Perdamindo mengaku belum mendapatkan laporan masyarakat yang mengaku mengalami gangguan kesehatan setelah puluhan tahun mengkonsumsi air dalam galon guna ulang. 

Ia menjelaskan kandungan BPA dalam kemasan galon saat ini masih dalam batas aman yakni 0,6 bpj sesuai dengan standar negara maju lainnya.

Ivan menilai bahwa saat ini opini yang ada terkait migrasi BPA sudah di luar nalar. Beredarnya opini tersebut menunjukan bahwa isu BPA dimunculkan karena ada persaingan usaha saja. 

Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Hardinsyah mengatakan belum ada urgensi pelabelan BPA pada AMDK guna ulang. Menurutnya, belum adanya bukti kuat yang menyatakan BPA dalam kemasan galon guna ulang itu berbahaya bagi kesehatan. 

Dia menegaskan, regulasi pelabelan BPA harus berdasarkan bukti yang kuat. Bukti berupa hasil kajian atau penelitian yang mengatakan bahwa BPA pada galon guna ulang memang benar-benar berbahaya untuk kesehatan.

"Jadi harus dengan protokol yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan asal-asalan," kata Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia ini. 

Pakar hukum persaingan usaha, Profesor Ningrum Natasya Sirait menegaskan bahwa setiap regulasi yang dibuat pemerintah harus melihat urgensi dan dampaknya bagi masyarakat dan industri, mengingat kepastian hukum sangatlah penting. Dia melihat bahwa regulasi pelabelan BPA ini ada unsur persaingan usaha.

Dia menjelaskan, dunia industri dan dunia persaingan sangat ditentukan oleh regulasi yang dikeluarkan apakah akan menambah beban atau tidak.

Sehingga, sambung dia, peraturan yang dibuat harus tidak bersifat diskriminatif atau menguntungkan satu pelaku usaha tertentu agar tidak menyebabkan keributan.

"Dari dunia kesehatan, isu ini kan masih pro kontra. Jadi, ya jangan dong itu dipaksakan menjadi beban para konsumen nantinya. Sebagai pakar hukum bisnis, saya hanya mempertanyakan regulasi pelabelan BPA itu sebenarnya untuk kepentingan siapa?" katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: