Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

NTP Tak Cerminkan Kondisi Riil, Saatnya Pemerintah Perbaiki Kesejahteraaan Petani dengan Lebih Efektif

NTP Tak Cerminkan Kondisi Riil, Saatnya Pemerintah Perbaiki Kesejahteraaan Petani dengan Lebih Efektif Sejumlah buruh tani memanen padi di Desa Bakoi, Kecamatan Krueng Baruna Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (29/11/2022). Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor pertanian per 23 November 2022 mencapai Rp103 triliun, melampaui target tahun 2022 sebesar Rp90 triliun. | Kredit Foto: Antara/Ampelsa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hampir sepertiga penduduk Indonesia bergantung pada sektor pertanian. Menyejahterakan petani harusnya menjadi salah satu prioritas pemerintah. Pasalnya tujuan ini masih jauh dari tercapai, antara lain karena kebijakannya didasarkan pada pengukuran tingkat kesejahteraan yang kurang tepat.

Nilai Tukar Petani (NTP) yang hingga kini digunakan sebagai tolak ukur utama kesejahteraan petani Indonesia kurang mencerminkan pendapatan riil dan tingkat kesejahteraan mereka karena tidak mengikutsertakan berbagai faktor seperti pekerjaan sampingan, aset pribadi, dan lain-lain.  

“Diperlukan pemaknaan kesejahteraan yang lebih tepat. Kelemahan dalam penggunaan indikator kesejahteraan petani perlu diakhiri. NTP yang digunakan sekarang ini hanya membandingkan harga-harga, bukan pendapatan dan biaya hidup petani yang sebenarnya,” kata Aditya Alta, Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/8/2023).

Baca Juga: Dukung Dekarbonisasi, Petani Didorong Tak Lagi Bakar Jerami Sisa Panen

Penghitungan dengan NTP belum sepenuhnya menggambarkan kesejahteraan petani karena kenaikan maupun penurunan harga hasil pertanian mereka tidak serta merta berarti pengingkatan pendapatan petani.

Saat ini, upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan petani dipandu kebijakan yang berorientasi pada peningkatan produksi dan penyediaan bantuan sosial atau jaring pengaman--subsidi dan bantuan berupa uang, bahan pokok, pendidikan maupun kesehatan.

Menurut Aditya, diperlukan pemaknaan kesejahteraan petani yang lebih komprehensif, yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan petani dan keluarga mereka dengan lebih tepat dan sesuai dengan konteks geografis, komoditas yang diusahakan, ketersediaan sumber penghidupan sampingan, serta faktor sosio-ekonomi lainnya.

Kesejahteraan petani seharusnya dipandang sebagai hasil akhir dari hasil interaksi antara faktor-faktor kontekstual, sumber-sumber penghidupan (livelihood) dan aset, faktor kebijakan dan institusi, serta strategi penghidupan.

Rangkaian kebijakan yang ada untuk meningkatkan kesejahteraaan petani masih memiliki sejumlah kelemahannya, antara lain karena subsidi, selain distortif, juga hanya mampu sebatas memastikan petani dapat bertahan hidup, tetapi tidak mendorong peningkatan kesejahteraan yang signifikan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: