Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Marak Kasus Love Scamming, Kemen-PPPA Minta Perempuan Tingkatkan Kewaspadaan

Marak Kasus Love Scamming, Kemen-PPPA Minta Perempuan Tingkatkan Kewaspadaan Kredit Foto: Rena Laila Wuri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kasus love scamming atau penipuan berkedok asmara telah memakan banyak korban, terutama perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) mengingatkan para perempuan untuk lebih meningkatkan kewaspadaannya agar tidak menjadi korban penipuan tersebut.

Beberapa yang bisa dilakukan, seperti tidak mudah percaya pada orang yang belum dikenal, tidak mudah percaya pada rayuan, lebih detail mencari profil maupun latar belakang seseorang sebelum menjalin hubungan lebih dekat, dan tidak menyebarkan informasi pribadi, apalagi hingga mengirimkan uang.

Love scamming merupakan modus penipuan berkedok cinta. Di Indonesia sendiri banyak sekali kasus love scamming, sudah menimbulkan banyak korban hingga menyebabkan kerugian materil maupun immateril, terutama lebih banyak korbannya adalah perempuan. Oleh karenanya, kita harus lebih meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai menjadi korban penipuan ini. Pelaku biasanya hanya akan menggunakan media sosial atau aplikasi percakapan dalam berkomunikasi, selalu beralasan untuk tidak mau melakukan video call, telepon, apalagi bertemu di dunia nyata, identitas online palsu, terlalu cepat mengatakan cinta hingga mengajak ke jenjang lebih serius atau menikah, dan selalu memiliki alasan membutuhkan uang karena darurat,” ujar Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kemen-PPPA, Eni Widiyanti dalam Media Talk: Cegah Perempuan Terjerat Modus Love Scamming, Jumat (8/9/2023).

Baca Juga: Siswa SMP di Bengkalis Bunuh dan Perkosa Adik Kelasnya, Kemen-PPPA Sangat Prihatin

Eni mengatakan bahwa Kemen-PPPA memiliki mandat atau mendapatkan tugas dari Presiden untuk memastikan perlindungan hak perempuan, termasuk di ranah online maupun offline. Penipuan berkedok cinta ini dapat dikategorikan dalam Kejahatan Berbasis Gender Online (KBGO) karena biasanya pelaku menjalankan aksinya melalui media sosial atau aplikasi percakapan online.

Dalam paparannya, Eni menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pelaku KBGO bisa diancam masuk penjara paling lama empat tahun, kemudian dikenai denda sebanyak Rp200 juta. Apabila kekerasan seksual berbasis elektronik dilakukan dengan maksud untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa, atau menyesatkan dan/atau memperdaya seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan atau tidak melakukan sesuatu, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp300 juta.

Lebih lanjut, Eni memberikan beberapa tips bagi perempuan untuk mencegahnya menjadi korban love scamming.

“Jangan mudah percaya pada orang tidak dikenal berlaku baik kepada kita, jangan mudah percaya kata cinta, perhatikan tanda-tanda penipuan, seperti permintaan uang atau informasi pribadi yang tidak seharusnya dibagikan, jangan mengirim uang kepada seseorang yang belum pernah ditemui secara langsung, berhati-hati mengunggah foto, video, dan kata-kata di medsos, minta bertemu langsung sebelum terlalu terlibat secara emosional, curigai pesan yang tidak diminta dari orang asing di media sosial atau aplikasi kencan, lebih teliti mencari profil dan latar belakang orang sebelum terlibat dalam komunikasi atau pertemuan apa pun, kemudian percayai insting kita dan mintalah nasihat teman atau anggota keluarga tepercaya jika mencurigai suatu hal,” tutur Eni.

Eni kemudian mengatakan untuk memudahkan korban ketika terjadi kekerasan, maka korban atau siapa pun yang melihat, mendengar atau mengetahui terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat segera melaporkannya ke layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, melalui call center 021-129 atau WhatsApp 08111-129-129.

Senada dengan Eni, Direktur Eksekutif ICT Watch, Indriyatno Banyumurti mengatakan, dalam love scamming atau penipuan berkedok asmara ini, pelakunya memakai trik kepercayaan yang melibatkan perasaan dengan pura-pura bersikap romantis dan mencintai korban, mendapatkan kasih sayang mereka, dan kemudian menggunakan niat baik itu untuk melakukan penipuan.

“Pelaku menjalankan aksinya dengan menggunakan foto good looking dengan profesi mentereng di media sosial atau aplikasi kencan, diawali dengan mengirim pesan di inbox atau email sambil menyapa ramah bahkan membawa-bawa nama Tuhan, pura-pura menanyakan apa kegiatan kita untuk menyelidiki apakah korban memiliki uang, mencuri hati korban dengan rayuan, cepat mengatakan cinta, dan mengajak ke jenjang yang lebih serius, seperti pernikahan dan mencari alasan meminta uang karena kondisi darurat,” ujarnya.

Indriyatno menegaskan jika sudah ada indikasi terjerat dengan pelaku, segera hentikan komunikasi dengan penipu dan catat informasi identitas apa pun yang mungkin dimiliki tentang pelaku, seperti alamat email. Kemudian, hubungi bank atau kartu kredit jika merasa telah memberikan uang kepada penipu. Ajukan laporan kepada pihak yang berwenang dan beri tahu situs web atau aplikasi tempat bertemu penipu.

Baca Juga: Momentum KTT ke-43 ASEAN, Menteri PPPA Dorong Wujudkan Kawasan Ramah Perempuan dan Anak

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: