- Home
- /
- Government
- /
- Government
Tok! Revisi Regulasi Perdagangan melalui Sistem Elektronik Disahkan untuk Melindungi UMKM
Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) RI, Teten Masduki, mengatakan, pemerintah secara resmi telah mengesahkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang menjadi payung hukum bagi upaya perlindungan UMKM dan menciptakan equal playing field dalam perdagangan di Indonesia.
"Untuk mendukung pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri, melindungi konsumen, mendorong perkembangan perdaganganan melalui sistem elektronik, serta memerhatikan perkembangan teknologi yang dinamis, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik," katanya saat membacakan salah satu ketentuan terbaru yang merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020, Rabu (27/9/2023).
Revisi Permendag tersebut setidaknya memuat empat poin krusial. Pertama, tidak boleh lagi ada penyatuan bisnis antara media sosial dan e-commerce atau social commerce. Social commerce hanya diperbolehkan sebagai sarana untuk memberikan penawaran barang dan atau jasa.
Baca Juga: Zulhas Nilai Tiktok Shop Rugikan UMKM Lokal: Main 'Curang' dan Tak Adil
Revisi Permendag juga mengatur tentang kewajiban menjalankan praktik usaha yang sehat. Dalam Pasal 13, tertulis hal tersebut dilakukan demi menjaga persaingan usaha yang sehat.
"PPMSE wajib memastikan tidak adanya keterhubungan atau interkoneksi antara Sistem Elektronik yang digunakan sebagai sarana PMSE dengan Sistem Elektronik yang digunakan di luar sarana PMSE dan tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data penggunanya untuk dimanfaatkan oleh PPMSE dan/atau perusahaan yang berafiliasi dalam Sistem Ekektroniknya," ujarnya.
Kedua, tidak boleh menjual produk sendiri kecuali agregasi produk UMKM yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 33. PPMSE dengan model bisnis lokapasar (marketplace) dan/atau social-commerce dilarang bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang (Pasal 21).
Sementara itu, Agregasi Barang hanya dapat dilakukan untuk produk dalam negeri yang dibuktikan dengan penyampaian nomor induk berusaha produsen kepada pelaku usaha yang menjalankan kegiatan Agregasi Barang (Pasal 33).
Ketiga, sebelum menjajakan barangnya, merchant harus terlebih dahulu memenuhi berbagai persyaratan, antara lain pemenuhan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau persyaratan teknis lainnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti harus sudah memiliki serfikasi halal (Pasal 5).
Baca Juga: Dibantah Kemendag, Ekonom Sebut Aktivitas Jual Beli TikTok Shop Ilegal
Tak hanya itu saja, barang yang dijajakan juga harus menayangkan informasi mengenai bukti pemenuhan standar barang dan/atau jasa berupa nomor pendaftaran barang, SNI atau persyaratan teknis lainnya, nomor sertifikat halal, nomor registrasi produk barang terkait keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup, nomor izin, nomor registrasi, atau nomor sertifikat untuk produk kosmetik, obat, dan makanan sesuai dengan ketentuan (Pasal 11).
Pelaku PPMSE juga diwajibkan untuk mengutamakan perdagangan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri, meningkatkan daya saing barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri, dan menyediakan fasilitas ruang promosi barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri (Pasal 32).
Keempat, revisi Permendag juga mengatur tentang batas minimum harga untuk barang crossborder minimal US$100. Harga minimum tersebut bisa dikecualikan apabila barang yang dijajakan telah masuk dalam positif list yang ditetapkan oleh menteri.
Baca Juga: Kasak-kusuk Pelarangan TikTok Shop, Cak Imin: Ini Darurat!
"Revisi ini dihadirkan untuk melindungi UMKM di Tanah Air, agar produk domestik punya daya saing. Pemerintah perlu menghadirkan equal playing field, fair trade, baik untuk offline maupun online. Karena produk UMKM sudah digempur dengan predatory pricing alias beragam produk impor yang dijual dengan harga yang tidak masuk akal. Imbasnya, ada banyak produsen dan UMKM yang sudah gulung tikar," kata Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Yohanna Valerie Immanuella
Tag Terkait:
Advertisement