Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perburuk Kualitas Udara, Pakar Nilai Sudah Saatnya Industri Baja Beralih ke Tungku Ramah Lingkungan

Perburuk Kualitas Udara, Pakar Nilai Sudah Saatnya Industri Baja Beralih ke Tungku Ramah Lingkungan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar kesehatan lingkungan Universitas Indonesia (UI) Profesor Budi Haryanto menegaskan, sudah saatnya industri baja di tanah air beralih menggunakan tungku yang lebih ramah lingkungan. Pasalnya, induction furnace yang diperkirakan masih digunakan beberapa industri, dinilai memperburuk kualitas udara, yang pada akhirnya berdampak pula bagi kesehatan manusia.

Pernyataan Budi, memang terkait penggunaan induction furnace (tungku induksi) yang sudah dilarang di berbagai negara, termasuk Cina. Bahkan terakhir, Pemerintah Kota San Simon di Filipina juga melarang penggunaan tungku induksi, setelah adanya laporan penyakit pernafasan di desa-desa di dekat industri baja.

“Makanya, industri baja di tanah air pun harus lebih ramah lingkungan. Karena jika proses produksi menghasilkan polutan PM 2,5, maka efek jangka panjangnya bisa memunculkan penyakit-penyakit yang menyerang berbagai organ, seperti paru-paru, jantung, sistem saraf pusat yang menyebabkan gangguan otak dan sebagainya. Bahkan juga sistem peredaran darah dan sistem reproduksi,” tegas Budi.

Baca Juga: Tekan Polusi Jakarta, KLHK Dorong Regulasi Mutu Emisi Kendaraan hingga Penindakan

PM 2,5 dimaksud, yang diperkirakan banyak dihasilkan induction furnace, adalah partikel udara berukuran lebih kecil atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer). Menurut Budi, PM 2,5 berisi berbagai material, senyawa kimia atau berbagai gas, tergantung pada sumbernya.

“Termasuk juga metal. Meski kalau sudah menjadi polusi udara tidak bisa spesifik karena bercampur dengan udara,” imbuhnya.

Budi menambahkan, dalam jangka panjang, PM 2,5 memang punya dampak buruk. Termasuk kemungkinan mutasi DNA, gangguan janin, jantung, dan bahkan kematian dini. “Semua sangat memungkinkan. Karena di dalam tubuh, material di dalam polusi udara akan menyebar sesuai target organnya. Misalnya, kalau merusak sistem syaraf pusat, kaitannya dengan kecerdasan dan semua yang berhubungan dengan otak, termasuk stroke. Terhadap organ lain juga begitu. Bisa menyebabkan kanker paru-paru, gangguan reproduksi, dan sebagainya,” kata dia.

Baca Juga: Agar Polusi Udara Tak Semakin Menjadi-jadi, Pemerintah Dinilai Perlu Strategi Transportasi yang Matang

Lebih dari itu, mengingat induction furnace tidak bisa menyedot asap dan debu, Budi tidak menepis bahwa dampak kesehatan juga terjadi dalam jangka pendek. “Asap dan debu berukuran lebih besar dan reaksinya bisa langsung terhadap mata dan kulit. Selain itu, juga bisa menyebabkan gangguan saluran pernafasan. Efeknya langsung, jangka pendek, seperti kita menghirup asap dari kebakaran hutan,” jelasnya.

Dalam kaitan itu, Budi sependapat bahwa industri memang harus beralih ke tungku yang lebih ramah lingkungan, termasuk electric arc furnace. Terlebih, pekan lalu Kementerian Perindustrian pun menyatakan untuk melakukan penyempurnaan terkait langkah-langkah strategis untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE). Bahkan, Kemenperin juga ingin bahwa sektor industri bisa mencapai NZE lebih cepat 10 tahun, yakni pada 2050.

“Makanya harus dibarengi dengan tindakan terhadap industri, termasuk industri baja agar lebih ramah lingkungan. Perlu ketegasan, karena dampaknya besar sekali, termasuk pada kesehatan manusia,” pungkas Budi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: