Pemerintah diingatkan agar tidak membuat kebijakan pembatasan perlintasan kendaraan logistik selama masa Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Ada beberapa bahaya yang akan merugikan masyarakat bila kebijakan pembatasan ini dilakukan Pemerintah, seperti saat libur panjang Lebaran lalu. Selain kelangkaan barang akibat stok kosong, hal ini juga bisa memicu kenaikan harga barang. Kebijakan ini juga jelas semakin memberatkan pengusaha.
"Harga barang-barang nanti bisa bergejolak, bahaya, kasihan rakyat," kata Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto di Jakarta.
Baca Juga: Dugaan Kasus Monopoli Industri Logistik Masih Terus Diperiksa KPPU
Dia mengatakan, laju kendaraan logistik itu sebenarnya tidak boleh mendapat hambatan karena butuh kepastian dalam setiap perjalanan. Dia melanjutkan, masyarakat juga akan merasakan kelangkaan barang apabila angkutan logistik tidak sampai tepat waktu.
"Bahan makanan atau bahan-bahan lain yang akan dikonsumsi pada saat hari besar itu ternyata stoknya nanti malah kosong," katanya.
Dia mengungkapkan, kelangkaan barang karena ada larangan perlintasan akan memicu kenaikan harga yang seharusnya tidak terjadi. Belum lagi, apabila ada oknum yang bermain. Dia mengatakan, sehingga kebijakan pembatasan perlintasan angkutan logistik tidak diperlukan.
"Jadi dalam supply chain yang penting adalah kepastian, kalau kepastian bahwa barang itu biasa kita angkut dalam 3 hari jangkauan ke Surabaya, 5 hari jangkauan ke Sumatera mkaa jangan sampai terganggu karena nanti akan menjadi kekurangan pasokan, kalau kekurangan pasokan maka terjadi gejolak harga," katanya.
Menurutnya, pemerintah juga jangan berlindung dibalik alasan "kelancaran arus lalu lintas" apabila ingin mengeluarkan kebijakan tersebut. Dia mengatakan, belajar dari masa lalu yang memperlihatkan bahwa arus lalu lintas tidak pernah terhambat setelah peristiwa brexit pada 2016 lalu.
Lagipula, sambung dia, saat ini moda transportasi ke di seluruh pulau Jawa sudah semakin baik. Mahendra mengatakan, masyarakat bisa menggunakan kereta cepat ke Bandung, kereta ke Jawa Tengah atau bus hingga travel ke daerah wisata.
Mahendra mengatakan, pelarangan perlintasan angkutan logistik juga akan membebani pengusaha. Dia menjelaskan, pengusaha harus memproduksi lebih banyak barang untuk disalurkan lebih cepat guna menjaga pasokan daerah.
Tambahan produksi ini tentu akan menghabiskan biaya mulai dari kenaikan harga bahan baku, operasional produksi, upah lembur hingga kenaikan ongkos truk. Hal ini terjadi karena semua produsen akan mengambil langkah yang sama.
Baca Juga: Demi Tekan Biaya, Pos Indonesia Kampanyekan Transformasi Bisnis Kurir dan Logistik
Menurutnya, yang diperlukan adalah rekayasa lalu lintas semisal pengaturan waktu perlintasan atau ganjil-genap kendaraan logistik. Dia mengatakan, angkutan logistik hanya diperbolehkan melintas pada pukul 00.00 hingga 06.00 pagi.
Aparat juga harus menindak tegas apabila menemukan truk melintas di luar waktu yang telah ditentukan. Mahendra menilai bahwa cara ini akan lebih efektif diterapkan sekaligus menjaga pasokan barang dibanding pembatasan perlintasan logistik.
"Jadi nggak perlu larangan pada H-3 atau H-1 itu, karena larangan itu malah akan sangat kontra produktif," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement