Belakangan ini, ramai menjadi perbincangan terkait kasus dugaan kebocoran data dari sistem jaringan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebanyak 204 juta data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam situs KPU dijual di dark web seharga 2 Bitcoin atau US$74.000 atau hampir Rp1,2 miliar.
Menanggapi kabar tersebut, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengatakan pihaknya telah melakukan forensik digital sebagai langkah penanganan dalam dugaan kasus kebocoran data yang dialami oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pihak BSSN menyebut langkah ini untuk mencari penyebab dari dugaan kebocoran data tersebut.
Baca Juga: Survei Y-Publica: Kepuasan Tinggi, Pilpres Berpotensi Dipengaruhi Suara Jokowi
“Dalam penanganan insiden siber yang terjadi di KPU, BSSN sedang melakukan analisis dan Forensik digital dari sisi aplikasi dan server untuk mengetahui root couse dari insiden siber yang terjadi,” kata Juru Bicara BSSN Ariandi Putra dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Ariandi menyatakan terkait perkembangan penanganan dugaan kebocoran data ini nantinya lebih lanjut akan disampaikan secara langsung oleh KPU sebagai pemilik sistem elektronik terkait.
“Hasil investigasi serta perkembangan tindak lanjut dari dugaan insiden kebocoran data akan disampaikan langsung oleh KPU selaku penyelenggara sistem elektronik,” kata Ariandi.
Sebelumnya, pada Selasa (28/11/2023), Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan terus berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Siber Pemilu guna memastikan keamanan data pemilih pada Pemilu 2024.
Baca Juga: KPU Pastikan Semua Capres-Cawapres Tak Ada yang Mangkir Ikut Debat Pilpres
“Saat ini kami meminta bantuan dari Satgas Siber. Sekarang yang bekerja BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara),” ujar Ketua Divisi Data dan Teknologi Informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Betty Epsilon Idroos di Gedung KPU, Jakarta.
Betty mengatakan KPU telah menerima informasi terkait dugaan pembobolan data pemilih yang dilakukan seorang peretas yang menggunakan nama “Jimbo”.
Baca Juga: Pilpres, Digitalisasi dan Ikhtiar Memberdayakan Influencer Lokal
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada Rabu (29/11/2023) sebagai pengampu untuk Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi telah meminta klarifikasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) terkait dengan dugaan kebocoran data Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyebutkan langkah klarifikasi tersebut telah sesuai dengan amanat Undang-Undan nomor 27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
“Sesuai SOP dan amanat UU kami langsung meminta klarifikasi, kami mengirim surat lewat email kepada KPU. Mereka diberikan waktu tiga hari untuk merespon ini. Sambil menunggu kami juga melakukan penelusuran awal mengumpulkan data-data yang ada di publik,” kata Semuel di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta Pusat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement