Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengenal Aspek Perpajakan pada Perangkat Lunak (Software) Berlisensi

Oleh: Diana Mariani, Penyuluh Pajak Ahli Muda di KPP Wajib Pajak Besar Tiga

Mengenal Aspek Perpajakan pada Perangkat Lunak (Software) Berlisensi Kredit Foto: Unsplash/Windows
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, semua lini kehidupan mulai beralih dari era manual ke digital. Di mana produk-produk digital bergantung pada perangkat lunak (software).

Software atau perangkat lunak adalah seperangkat instruksi, data, atau program yang digunakan untuk mengoperasikan komputer dan menjalankan tugas-tugas tertentu. Software merujuk pada progam yang terdapat dalam komputer dan tidak dapat dilihat, sehingga perangkat lunak (software) tersebut tidak dapat dirasakan fisiknya seperti perangkat keras (hardware).

Awalnya software atau perangkat lunak belum termasuk ke dalam kategori hak cipta intelektual yang dilindungi oleh undang-undang, karena software dianggap tidak memiliki unsur sebagai karya seni, karya tulis maupun memiliki wujud dimana saat itu suatu karya dianggap memiliki hak cipta bila ketiga unsur tersebut terpenuhi.

Baru pada akhir tahun 1980-an upaya perusahaan software serta Pemerintah Amerika Serikat membuahkan hasil dengan dimasukannya software ke dalam perlindungan hak cipta.

Berbeda dengan hardware, hak penggunaan software, umumnya berbentuk lisensi (hak cipta), sedangkan hardware berupa barang fisik contohnya seperti sparepart yang harus di impor dari negara produsen. 

Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan Hak Ekonomi atas Ciptaanya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu. Beberapa jenis lisensi software yang cukup dikenal antara lain:

  1. Lisensi Commercial adalah lisensi software yang dibuat dengan tujuan komersial. Untuk dapat menggunakan software dengan lisensi tersebut harus terlebih dulu memiliki izin dari pemilik hak cipta software atau melakukan transaksi pembelian dengan pemiliknya, misalnya Windows dari Microsoft.
  2. Lisensi Non Commercial adalah software yang tujuannya murni tidak mencari laba. Umumnya dipakai pada software pelayanan umum seperti di rumah sakit, sekolah atau yayasan.
  3. Lisensi Trial adalah software yang bisa digunakan secara bebas untuk jangka waktu tertentu. Untuk bisa menikmati seterusnya maka harus membelinya, misalnya Avast Antivirus, dan AVG Tune Up
  4. Lisensi Open Source adalah software yang dapat bebas digunakan sekaligus mengubah dan menyebarluaskannya kembali secara cuma-cuma. Misalnya Linux, Ubuntu dan notepad ++.

Dengan beragamnya jenis software yang dijual di pasaran, timbul pertanyaan apakah semua pembelian software berlisensi harus dipotong Pajak Penghasilan?

Ketentuan Pemajakan Transaksi Penjualan Software Berlisensi

Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomot 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, diatur bahwa “yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

Dalam uraian pasal tersebut antara lain dijelaskan bahwa pada dasarnya imbalan berupa royalti salah satunya adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan.

Di Pasal 23 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, disebutkan bahwa atas jumlah bruto atas royalty dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15%.

Dalam Pelaksanaan Pemajakan atas Software berlisensi, berpedoman dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai Lisensi yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai berikut:

  1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata;
  3. Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu;
  4. Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait;
  5. Hak Ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan;
  6. Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki beberapa hak ekonomi di antaranya untuk melakukan:
  • penerbitan ciptaan;
  • penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;
  • pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan;
  • pendistribusian ciptaan atau salinannya; dan
  • pengumuman ciptaan.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka perlakuan perpajakan atas pembelian software dengan lisensi adalah sebagai berikut:

  1. Dalam hal penjualan software berlisensi yang dilakukan disertai dengan: -pemberian hak untuk menggunakan hak cipta / lisensi -pemberian lisensi dari pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkait lainnya dengan persyaratan tertentu maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari transaksi tersebut termasuk dalam pengertian royalti
  2. Pembayaran sehubungan dengan transaksi diatas, kepada Wajib Pajak dalam negeri, maka dikenai pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto.
  3. Apabila dalam kontrak/perjanjian ataupun dalam faktur dapat dipisahkan antara pembelian software komputer dengan pembelian lisensi software komputer, maka dikenakan PPh Pasal 23 atas jumlah lisensinya saja dengan tarif 15% (lima belas persen, namun apabila dalam kontrak/perjanjian ataupun dalam faktur tidak dapat dipisahkan antara pembelian software komputer dengan pembelian lisensi software komputer, maka dikenakan PPh Pasal 23 atas seluruh nilai kontrak/perjanjian atau faktur (termasuk pembelian software nya) dengan tarif 15% (lima belas persen).
  4. Pembelian software saja tidak termasuk objek pemotongan PPh Pasal 23 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Demikianlah, rangkuman terkait aspek perpajakan perangkat lunak berlisensi. Penulis berharap, semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca.

Diana Mariani, Penyuluh Pajak Ahli Muda di KPP Wajib Pajak Besar Tiga

*tulisan merupakan opini pribadi

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: