Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat Ingatkan Publik Tidak Pilih Pemimpin Otoriter di Pilpres

Pengamat Ingatkan Publik Tidak Pilih Pemimpin Otoriter di Pilpres Kredit Foto: Andi Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Pusat Riset EkoPol Indonesia, Hendrawan Saragi meminta rakyat untuk berpikir jernih dalam menentukan pilihannya di Pilpres 2024 nanti. 

Menurutnya, pemimpin kedepan berpengaruh pada kebebasan masyarakat. Oleh karenanya, dia menilai memilih pemimpin harus yang menjunjung kebebasan.

Menurutnya, kekuasaaan politik mesti menjamin hak-hak kebebasan rakyat dan menolak segala tindak kekerasan terhadap hal tersebut. Mengingat tujuan dari kekuasaan politik, kata Hendrawan, menciptakan masyarakat yang makmur dan melayani.

"Tujuan dari kekuasaan politik menciptakan masyarakat yang makmur dan melayani mereka lebih baik daripada yang dilakukan oleh penguasa sebelumnya serta akan memanfaatkan kondisi geografis negaranya yang menguntungkan dengan mempertahankan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakatnya," kata Hendrawan saat dihubungi, Senin (29/1/2024).

Dia menuturkan, masyarakat harus menggunakan rasionalitas demi terpenuhinya hak kebebasan. Pertama, yang bisa menjadi acuan adalah jangan memilih pemimpin yang dinilai bisa membawa Indonesia ke arah otoritarian.

Baca Juga: Dikritik Tidak Netral dalam Pemilu 2024, Presiden Jokowi Singgung Undang-Undang: Sudah Jelas Semuanya

"Pemimpin yang dipilih haruslah yang bukan otoriter. Ini adalah ciri yang pertama. Mereka yang otoriter akan tega melakukan apa saja untuk mencapai kekuasaan. Pemimpin seperti ini dicirikan kerap kali menciptakan intimidasi, merendahkan, dan ‘mengaum’ pada kesalahan walaupun kesalahan tersebut sangat kecil," tuturnya.

Hendra menyebut bahwa pemimpin otoriter biasanya haus pujian atas keberhasilannya dan akan mengalihkan tanggungjawab kegagalannya kepada hal lain selain dirinya. 

Menurutnya, perluasan kekuasaan pemerintah secara dramatis, ego politik yang liar dan didorong untuk meningkatkan kekuasaan otoriter tidak boleh dibiarkan karena bisa menyengsarakan masyarakat.

Ciri kedua yang bisa dipilih adalah pemimpin jujur. Masyarakat bisa melihat kejujuran dari konsistensi antara perkataan dan perbuatan di masa sebelumnya. 

Baca Juga: Prabowo-Jokowi Makan Siang Bersama di Magelang, Anies: Semoga Baksonya Enak

"Pemimpin yang ketika awal pemilu mencalonkan dirinya dan mengatakan dirinya sebagai pemersatu namun ketika sudah menjabat masih tetap melanjutkan perilaku sebagai politisi yang mewakili kepentingannya, berbuat menindas lawan yang tidak sependapat dengannya, hanya berfokus pada memperoleh kekuasaan bukanlah orang yang jujur," terangnya.

"Di dalam kejujuran ada kebaikan, konsistensi, dan integritas moral," sambungnya.

Maka dari itu, ia menegaskan bahwa masyarakat harus ikut ambil peran memajukan Indonesia lewat penggunaan hak pilih pada 14 Februari nanti. 

Masyarakat, kata dia, perlu melakukan sesuatu untuk kebaikan, tidak pernah menyerah untuk mendapatkan kebebasan dan kemakmuran dengan cara memilih pemimpin yang jujur dan tidak otoriter.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: