Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apresiasi terhadap Seni, Dampak Positif bagi Masalah Kesehatan dan Meningkatkan Produktivitas Organisasi

Oleh: Prof. Raymond R. Tjandrawinata, Profesor di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dan Pengamat Bidang Bioteknologi Kesehatan

Apresiasi terhadap Seni, Dampak Positif bagi Masalah Kesehatan dan Meningkatkan Produktivitas Organisasi Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Selama masa COVID-19 dan saat ini, pasca-COVID, terdapat peningkatan prevalensi masalah kesehatan, termasuk gangguan mental, pada individu yang sebelumnya sehat, serta memburuknya gangguan mental yang sudah ada sebelumnya. Pada masyarakat umum terjadi peningkatan kejadian kecemasan, stres, depresi, gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif, gejala somatik, gangguan tidur, delirium, psikosis, bahkan sampai bunuh diri. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan, ketidakpastian akan masa depan, ketakutan akan tertular penyakit, ketakutan akan dampak negatif ekonomi akibat pandemi, kurangnya informasi dan pengobatan yang terbukti secara ilmiah adalah beberapa faktor yang menyebabkan masalah kesehatan ini. Penyebaran informasi palsu, kelangkaan produk-produk penting, dan ketakutan juga menyebabkan peningkatan episode pembelian panik. Orang dengan gangguan kesehatan yang sudah ada sebelumnya melaporkan gejala yang memburuk, kambuh, dan bahkan perilaku bunuh diri karena gangguan perawatan medis, pengurungan di rumah, dan perubahan dalam rutinitas sehari-hari. Selain itu, tindakan pembatasan telah mengurangi akses pasien terhadap jaringan dukungan keluarga dan sosial.

Saya beropini bahwa di sinilah seni dan kesenian dapat membantu. Saya bukan seniman secara professional, meskipun saya menghargai dan suka memainkan alat musik jenis tertentu. Namun saya berpendapat bahwa seni dapat membantu memecahkan masalah kesehatan serta meningkatkan produktivitas. Saat ini seni kurang diapresiasi oleh masyarakat secara keseluruhan, walaupun kita tahu bahwa seni dapat membawa kesenangan dan dorongan positif diri kita. Hal ini terlihat pada kedua belah pihak praktisi seni maupun apresiator seni. Ekspresi diri melalui beberapa jenis seni juga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi serangkaian manfaat seni bagi kesehatan fisik dan mental. Misalnya, sebuah penelitian terhadap pasien kanker menemukan bahwa latihan terapi seni kreatif (menggambar) yang dipandu selama empat jam meningkatkan kesejahteraan psikologis peserta dengan mengurangi emosi negatif dan meningkatkan emosi positif. Penderita Alzheimer dapat mendengarkan musik klasik untuk mendapatkan manfaatnya bagi otak. Jika seni dapat memberikan dampak positif pada pasien yang sakit, maka seni juga akan memberikan dampak positif pada orang yang sehat.

Baca Juga: Berdialog dengan Seniman dan Budayawan, Anies Baswedan Bakal Bikin Pusat Kebudayaan di Jawa Barat

Survei menunjukkan bahwa banyak orang mulai meninggalkan institusi kebudayaan. Sejak awal tahun 2000an, semakin sedikit orang yang mengatakan bahwa mereka mengunjungi museum dan galeri seni, menonton pertunjukan atau menghadiri konser musik klasik, opera atau balet, walaupun penonton Coldplay maupun Blackpink membeludak. Mahasiswa beralih dari ilmu humaniora ke ilmu komputer, karena tampaknya mereka memutuskan bahwa peningkatan profesional lebih penting daripada kondisi jiwa mereka. Banyak akademisi tampaknya juga kehilangan kepercayaan. Mereka telah menjadi aktivis politik ras, kelas dan gender. Saya berpendapat bahwa budaya jauh lebih penting daripada politik atau pelatihan pra-profesional dalam algoritma dan sistem perangkat lunak dan kelihatannya mengonsumsi budaya melengkapi pikiran kita dengan pengetahuan dan kebijaksanaan emosional; ini membantu kita melihat pengalaman kita sendiri dengan lebih kaya dan bermakna; ini membantu kita memahami, setidaknya sedikit, kedalaman dari apa yang terjadi pada orang-orang di sekitar.

Media sosial telah memberi kita banyak hal yang positif dan itu sudah menjadi budaya tersendiri. Namun media sosial juga telah memberi kepada kita banyak harapan palsu. Pada akhirnya, banyak yang berpendapat bahwa kita menjadi mengalami perubahan kepribadian dan tingkah laku, bahkan menjadikan sedih, kesepian, marah, dan kejam sebagai masyarakat, sebagian karena begitu banyak orang yang belum mengerti atau tidak mau berlatih untuk menjadi lebih  bersimpati dan berempati kepada sesama. Data menunjukkan bahwa media sosial banyak berkontribusi terhadap fenomena yang menyedihkan ini. Kita menjadi terkotak-kotakan, tercerai-berai, terpolitisasi dan semakin terdemoralisasi, lebih tidak spiritual, dan jauh dari berbudaya.

Kode humanis harus ditemukan kembali. Kita harus berani meletakkan diri sendiri dalam bidang humaniora, atau kita tidak akan pernah bisa menjawab pertanyaan penting: bagaimana saya harus menjalani hidup? Dalam dunia seni liberal, akademik percaya bahwa kita semua dapat meningkatkan selera dan penilaian kita dengan mengenal apa yang terbaik lewat seni, filsafat, sastra, dan sejarah umat manusia. Dan perjalanan menuju kebijaksanaan ini merupakan urusan sepanjang hidup. Ilmu-ilmu eksakta membantu kita memahami alam. Ilmu-ilmu sosial membantu kita dalam mengukur pola perilaku antar populasi. Namun budaya dan seni membantu kita memasuki pengalaman subyektif masyarakat, misalnya melihat bagaimana perasaan seseorang unik; merasakan bagaimana seseorang sedang rindu, kecewa, dan menderita. Kita mempunyai kesempatan untuk “merasakan” apa yang mereka rasakan bahkan merasakan dunia mereka seperti mereka sedang mengalaminya.

Penciptaan seni adalah tindakan dasar manusia. Ketika membuat gambar, puisi, atau cerita, seniman sedang membangun representasi dunia yang kompleks dan koheren. Itulah yang kita semua lakukan setiap menit saat kita melihat sekeliling. Semua orang sebenarnya adalah seniman. Alam semesta adalah tempat yang sunyi dan tidak berwarna, yang ada hanyalah gelombang dan partikel. Namun dengan menggunakan imajinasi kita, kita membangun warna dan suara, rasa dan cerita, drama, tawa, suka dan duka. Persepsi bukanlah tindakan yang sederhana dan lugas. Kita tidak perlu membuka mata dan telinga dan merekam data yang masuk, seperti halnya cahaya pada kamera lama yang direkam dalam film. Sebaliknya, persepsi adalah tindakan kreatif. Kita mengambil apapun yang pernah kita alami sepanjang hidup dan menjadi pengalaman tersebut sebagai suatu model dalam kepala kita. Kemudian kita menjadikannya suatu alat untuk membantu kita menafsirkan semua data yang seringnya bersifat ambigu yang ditangkap indra untuk membedakan apapun.

Penulis Daniel Pink dalam bukunya “A Whole New Mind’ mengatakan bahwa kita sebaiknya mengembangkan belahan otak kanan kita, sisi artistik/kreatif yang bertanggung jawab untuk melihat gambaran besar, spontanitas, ekspresi emosi, abstraksi, dan konteks. Pemikiran Otak Kiri (sekuensial, fungsional, tekstual, dan analitik) menjadi dominan selama era Informasi dan kecerdasan buatan ini, bahkan kebanyakan profesi seperti pebisnis, dokter, pengacara, akuntan, insinyur perangkat lunak, dan lainnya dihargai karena kemampuan mereka dalam pendekatan kehidupan ini. Namun era dominasi otak kiri harus diimbangi dengan munculnya era konseptual di mana dominasi otak kanan juga diharapkan untuk memegang kendali pikiran. Ia adalah bentuk suatu pemikiran dan sikap terhadap kehidupan yang sudah terlalu lama diremehkan karena dianggap terlalu menekankan hal seni, empati, mengambil pandangan panjang, serta mengejar yang transenden. Kualitas-kualitas ini telah diremehkan dalam dunia bisnis dan diabaikan oleh sekolah. Namun kini saatnya menggunakan kedua sisi otak untuk menghadapi dunia baru yang berani di abad ke-21, di mana para pekerja dari semua kalangan memerlukan banyak keterampilan berbeda untuk menavigasi pengambilan keputusan penting.

Dampak Kesenian di Organisasi

Karya artistik memainkan peran penting dalam memengaruhi produktivitas umum seperti di sebuah organisasi. Pertama, menciptakan lingkungan yang menstimulasi dan menginspirasi bagi karyawan. Data riset membuktikan bahwa karyawan cenderung menjadi lebih produktif ketika mereka merasa nyaman atau tenteram dalam suatu lingkungan. Mereka merasa lebih bahagia, dan ini mengurangi stres dan ketidaknyamanan. Karena itulah para karyawan masuk kerja terus dan menjadi lebih berkomitmen dalam pekerjaannya. Biasanya, karyawan di suatu perusahaan mengeluarkan biaya yang sangat besar, apalagi jika mereka tidak bahagia. Dengan menggunakan karya seni, manajemen dapat membuat mereka senang, puas, dan termotivasi, sehingga meningkatkan hasil. Dengan karya artistik, karyawan dapat merasakan produktivitas lebih dalam lingkungan kerja yang menyenangkan. Selain itu, adanya karya seni di ruang kerja semakin menggambarkan integritas perusahaan kepada pelanggannya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sangat menjunjung tinggi kebutuhan karyawannya. Tergantung pada seni yang ditampilkan, tamu akan mengapresiasi dan lebih mudah terhubung pada identitas, reputasi, dan apa yang perusahaan perjuangkan. Hal ini tentu memberikan dampak positif bagi bisnis sekaligus memberikan getaran positif di hubungan antar manusia di tempat  kerja. 

Budaya Perusahaan

Tempat kerja kontemporer dapat meningkatkan identitas perusahaan dan bisnis dapat menanamkan identitasnya ke dalam desain tempat kerjanya. Seni adalah cara menampilkan budaya perusahaan. Jika dipilih dengan baik, seni di tempat kerja dapat mengekspresikan kepribadian, nilai-nilai dan budaya suatu organisasi namun juga memiliki berbagai manfaat strategis. Seni adalah kesempatan bagi perusahaan untuk membantu klien, pengunjung, dan karyawan untuk mengenal dan merasakan siapa organisasi tersebut. Seni di tempat kerja mendorong dan mendorong interaksi sosial, merangsang respons emosional, dan membina hubungan pribadi. Seni di tempat kerja mempengaruhi perasaan orang-orang di lingkungan tersebut terhadap diri mereka sendiri dan perusahaan tempat mereka bekerja. Seni membuka pikiran, memperluas wawasan, menantang pola pikir tetap, dan memfasilitasi pembelajaran. Seni meningkatkan motivasi dan meningkatkan produktivitas.

Baca Juga: Ganjar Kagum Karya Seniman Semarang Melukis Wajah Ganjar-Mahfud Gunakan Media Padi

Kesimpulannya adalah sebagai berikut. Meskipun saat ini kita mengetahui bahwa setiap aktivitas yang kita lakukan memerlukan kerja sama antara belahan otak kanan dan kiri, kita juga menyadari bahwa masing-masing belahan otak mengambil peran dominan dalam aktivitas tertentu. Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa belahan otak kiri berfokus pada memecah sesuatu menjadi detail, sedangkan belahan otak kanan memberikan gambaran yang lebih luas. Banyak di antara kita dan rekan-rekan kita yang hanya berpikir menggunakan otak kiri. Namun, hampir setiap aspek kehidupan kita terhubung dengan seni, yang berkaitan dengan otak kiri. Dalam sebagian besar skenario sehari-hari, fitur artistik merangsang kita untuk menjadi produktif. Selain itu, ini melayani kehidupan kita di berbagai tingkatan, terutama dalam berhubungan dengan orang lain atau dengan klien kita dalam konteks bisnis.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: