Perkuat Sektor Keuangan, Mandat LPS Kini Setara dengan Lembaga Penjamin di Negara Maju
Penetapan Undang-Undang No 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) membuat peran dan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertransformasi dan mengalami peningkatan serta perluasan mandat menjadi risk minimizer. Peran ini merupakan mandat paling maju dalam praktik lembaga penjamin simpanan di dunia.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan, “LPS telah berada pada tingkatan tertinggi dari mandat sebuah otoritas penjaminan simpanan yang setara dengan FDIC atau LPS-nya Amerika Serikat, serta KDIC atau LPS-nya Korea Selatan."
Baca Juga: LPS Kembali Pertahankan Tingkat Bunga Penjaminan Perbankan, ini Alasannya
Dia menyatakan, dengan mandat baru ini, LPS memiliki kewenangan berupa early intervention manakala terjadi gangguan pada stabilitas sistem keuangan. Artinya, LPS tidak hanya berupaya untuk meminimalkan jumlah kerugian ketika menjalankan fungsi resolusi, tetapi juga akan berfokus pada upaya untuk mencegah terjadinya gangguan pada stabilitas sistem keuangan nasional.
Selain itu, salah satu perubahan besar pada LPS pasca UU P2SK ini adalah adanya mandat baru, yaitu LPS akan menjadi penjamin polis asuransi yang akan dilaksanakan maksimal 5 tahun sejak UU P2SK disahkan.
“UU P2SK ini menjadi salah satu tonggak reformasi sektor keuangan di Indonesia karena akan memperkuat sekaligus menjawab berbagai hal yang selama ini masih menjadi tantangan bagi sektor keuangan kita,” jelas Purbaya.
Baca Juga: Groundbreaking Kantor LPS di IKN, Jokowi Harap Kepercayaan Dunia Usaha dan Investor Makin Tinggi
Direktur Eksekutif Surveilans, Data, dan Pemeriksaan Asuransi LPS Jarot Marhaendro juga memaparkan mengenai Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan efektif mulai 12 Januari 2028, atau sejak UUP2SK diundangkan. Menurutnya, penyelenggaraan PPP oleh LPS bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari Perusahaan Asuransi (PA) yang di Cabut Izin Usaha (CIU).
“Artinya, Setiap PA wajib menjadi peserta PPP, setiap PA juga memiliki kewajiban memenuhi tingkat kesehatan tertentu, dan tingkat kesehatan PA akan ditentukan melalui koordinasi apik antara LPS dan OJK,” katanya.
Jarot juga menjelaskan perihal ruang lingkup PPP, dimana PPP hanya menjamin unsur proteksi produk asuransi lini usaha tertentu, atau dengan kata lain ssuransi sosial dan asuransi wajib dikecualikan dari PPP.
Baca Juga: Dicabut OJK, LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPR Wijaya Kusuma
“PA yang tidak menjadi peserta PPP wajib membentuk dana jaminan dan nantinya lini usaha tertentu yang masuk PPP dan pengecualian PPP diatur di Peraturan Pemerintah atau PP,” terangnya.
Sementara untuk mekanisme polis yang dijamin oleh LPS menurut UUP2SK adalah polis aktif atau belum berakhir, pengalihan portofolio polis atau pengembalian hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
“Batas maksimal penjaminan polis akan diatur di PP, dan LPS akan berkonsultasi dengan DPR terlebih dulu,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Belinda Safitri
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait:
Advertisement