Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Zainal Arifin Mochtar: Jumlah Kursi Partai Koalisi Paslon 1 dan 3 Cukup untuk Melakukan 'Pemincangan'

Zainal Arifin Mochtar: Jumlah Kursi Partai Koalisi Paslon 1 dan 3 Cukup untuk Melakukan 'Pemincangan' Kredit Foto: Ists
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar Hukum Tata Negara & Konstitusi UGM Zainal Arifin Mochtar meminta DPR-RI 'memincangkan' Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya.

Zainal menyatakan, itu langkah konstitusional yang dapat dilakukan untuk mencegah Presiden cawe-cawe dalam Pilpres.

"Sebetulnya, jumlah kursi partai-partai koalisi 01 dan 03 sudah memadai untuk melakukan 'pemincangan', tapi langkah ini tergantung niat partai-partai itu," ungkap Zainal dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Nusantara 2045 di Jakarta, Kamis (1/2/2024).

Zainal mengungkapkan, beberapa negara presidensial di dunia seperti Amerika Serikat, Ghana,Nigeria, Meksiko, dan Philipina telah membatasi kekuasaan presiden ketika hendak memasuki akhir masa jabatan.

Di Philipina misalnya, konstitusi Filipina melarang presiden mengangkat jabatan di departemen atau lembaga pemerintah dalam waktu dua bulan, sebelum pemilihan presiden dan sampai berakhirnya masa jabatan presiden.

"Dan undang-undang pemilu Filipina juga melarang Presiden (pemerintah) untuk melakukan sejumlah tindakan atau keputusan baru dalam kurun waktu 45 hari sebelum pemilu nasional," ungkap Zainal.

Zainal pun menegaskan pelanggaran hukum dan konstitusi  yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sebagaimana tampak dalam skandal Mahkamah Konstitusi adalah kesalahan kita bersama.

Zainal menegaskan, pemerintahan Presiden Jokowi mengarah ke arah otoritarianisme karena terlalu disokong oleh semua kekuatan politik.

"Selama ini, kita terlalu tinggi 'kadar keimanan' nya pada pemerintahan Jokowi, hingga pemerintahan ini mengarah pada otoritarianisme," tegas Zainal.

Zainal menegaskan, banyak pihak terlambat menyadari munculnya penyelewengan kekuasaan serta penindasan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi.

Zainal pun mengingatkan, pada 2019 ada mahasiswa yang tewas dibunuh aparat ketika berdemonstrasi menolak revisi Undang-Undang KPK. Namun, tak banyak yang berteriak soal itu.

"Kemana kita semua, ketika ada buruh yang dipukuli saat demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja, jadi sebenarnya memang kita yang membuat Pemerintahan ini otoriter, apalagi ini adalah 'penyakit' sistem presidensil," ujar Zainal.

"Maka penting untuk memikirkan pengawasan dan pembatasan yang mungkin terhadap Presiden Jokowi, melalui 'pemincangan' oleh DPR, hal ini untuk  menjaga demokrasi dan melindungi kepentingan publik," tambahnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: