Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPR: 10 Tahun Pemerintahan Jokowi, Rasio Pajak Tak Pernah Sentuh 11%

DPR: 10 Tahun Pemerintahan Jokowi, Rasio Pajak Tak Pernah Sentuh 11% Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Anis Byarwati menyorti masalah rendahnya rasio pajak dari Indonesia atas Pendapatan Rasio Bruto (PDB). 10 tahun terakhir, menurutnya hal tersebut tak pernah menyentuh angka lebih dari 11%.

Hal ini menurutnya harus menjadi perhatian mengingat rasio pajak yang rendah ini menjadikan tanah air sebagai salah satu negara pengumpul pajak terlemah.

Baca Juga: Permenperin 6/24 Timbulkan Ketidakpastian Hukum, Anggota Komisi VI DPR RI: Implementasinya Carut-marut

"Bank Dunia pernah menyebut rasio pajak Indonesia merupakan yang paling rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya," ujarnya dilansir Rabu (27/3).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa konsekuensi penerimaan pajak yang rendah adalah semakin bertambahnya utang untuk membiayai pembangunan. Anis pun menyoroti rasio utang Indonesia seringkali disebut aman karena masih di bawah 30% dari PDB. 

"Pernyataan ini mesti disampaikan secara kritis, karena besarnya utang harus dikaitkan pula dengan kemampuan perolehan pendapatan. Logika sederhananya, meski utang relatif tidak besar tetapi bila tingkat pendapatan atau kemampuan membayar rendah tentu saja sangat mengkhawatirkan," ujarnya.

Ia menekannya agar pemerintahan yang akan datang dapat memperbaiki rasio pajak yang stagnan tersebut. Anis lantas mengingatkan bahwa diperlukan menjaga daya beli mengingat penerimaan PPN menyumbang porsi terbesar selain itu diperlukan juga pembenahan SDM.

Baca Juga: Membeli Hunian Asya Lebih Hemat dengan Kebijakan Bebas Pajak

"Syaratnya pemerintahan nanti harus tetap menjaga daya beli masyarakat, karena penerimaan PPN menyumbang porsi terbesar pajak, sebanyak 22,7 persen, selain itu kepatuhan pajak PPh badan harus ditingkatkan, pembenahan SDM perpajakan, dan pejabat publik yang bersih dari penghindaran pajak atau kepemilikan perusahaan di negara suaka pajak," ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: