Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perkara Bansos yang Dikuliti Ahli di MK: Tingkatkan Suara Calon yang Didukung Kekuasaan, Hingga Presiden Seperti 'Pencuri'

Perkara Bansos yang Dikuliti Ahli di MK: Tingkatkan Suara Calon yang Didukung Kekuasaan, Hingga Presiden Seperti 'Pencuri' Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bantuan Sosial atau Bansos jadi salah satu pembahasan yang dikuliti dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (2/4/24) hingga Rabu (3/4/24).

Ekonom dari Universitas Indonesia, Vid Adirson yang dihadirkan pihak Anies-Muhaimin (AMIN) pada Selasa memberi penjelasan mengenai memaparkan bansos yang disalurkan kekuasaan ke rakyat miskin dan berdampak pada perolehan suara Paslon yang didukung kekuasaan atau petahana.

Vid mengungkapkan pemberian bansos ke masyarakat akan berpengaruh kepada perolehan suara calon yang didukung oleh kekuasaan atau petahana.

Vid juga mengungkapkan temuan angka yang diperolehnya belum termasuk bansos tambahan (bukan rutin). Secara spesifik hal ini menurut Vid terjadi di daerah yang memang angka kemiskinannya tinggi.

“Kebijakan pemerintah yang ditargetkan untuk masyarakat miskin seperti bansos akan meningkatkan suara petahana atau kandidat yang didukung petahana. Sebagai ilustrasi, di tingkat provinsi yang kemiskinan sekitar 10 persen maka akan ada tingkatkan margin sebesar 6,2-9 persen antara pemenang dengan total seluruh kandidat jadi bukan yang pertama dan kedua tapi pertama dengan total kandidat, perlu diingat margin tersebut belum memperhitungkan dampak bansos ad hoc, jadi murni masih bansos rutin, beberapa bansos ad hoc itu blt el nino, bantuan pangan beras, dll,” jelasnya.

“Saya menggunakan data hasil pilpres dari 2004-2024 dan melihat apa yang menentukan perolehan suara, kesimpulan besarnya adalah petahana atau kandidat yang didukung petahana akan mendapatkan presentase suara yang lebih tinggi, dan presentase suara pemenang lebih tinggi di daerah yang kemiskinan lebih tinggi,” tambahnya.

Terkait bagaimana bansos bisa berdampak pada perolehan suara kandidat yang didukung petahanan, Vid mengungkapkan beberapa alasan.

Pertama menurutnya masyarakat tak bisa menyangkal bahwa adanya bansos yang mereka terima merupakan dari pemerintah, dan pemerintah pun bisa mengklaim bahwa bansos adalah hasil kerja mereka.

“Kedua bansos ini memang menargetkan masyarakat miskin, ingat nilai itu akan berbeda tergantung income seseorang bagi seorang miskin 200 ribu itu luar biasa dibandingkan dengan yang berpendapat tinggi,” jelasnya.

Baca Juga: Terbongkar! Ahli Sebut Bansos Tingkatkan Perolehan Suara Calon yang Didukung Petahana

Perilaku Myopic masyarakat menurut Vid juga ambil andil di mana mereka punya kecenderungan ingat apa yang dekat dibandingkan momen lainnya yang telah lama terjadi atau yang akan datang lebih lama.

“Ketiga perilaku myopic yang cenderung dimiliki masyarkaat, kecenderungan mereka memerhatikan yang dekat terjadi dibandingkan dengan yang sudah lama terjadi atau yang akan terjadi beberapa tahun ke depan,” jelasnya.

Sementara itu pada rabu, Franz Von Magnis atau yang dikenal sebagai Romo Magnis menjadi Ahli yang dihadirkan pihak tim hukum Ganjar-Mahfud (03).

Dalam pemaparannya, Romo Magnis salah satunya menyinggung soal penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) yang disebut-sebut bermuatan politis di masa pemilu/pilpres.

Ia menyebut apabila presiden yang pegang kekuasaan sengaja menyalurkan Bansos ke masyarakat untuk kemenangan paslon tertentu di Pemilu atau Pilpres, maka hal tersebut tak bedanya seperti pencuri yang mengambil uang.

“Bansos bukan milik presiden melainkan milik bangsa Indonesia yang pembagiannya jadi tanggung jawab kementerian yang bersangkutan dan ada aturan pembagiannya,” ungkapnya.

“Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam ambil uang tunai dari kas toko, jadi itu pencurian pelanggaran etika. Itu juga tanda bahwa ia sudah kehilangan wawasan etika dasarnya jabatan sebagai presiden bahwa kekuasaan yang dia miliki bukan untuk melayani diri sendiri melainkan seluruh masyarakat,” jelasnya.

Mengenai “bagi bansos dan pencurian”, Kuasa Hukum Prabowo-Gibran, Hotman Paris Hutapea mempertanyakan mengapa Presiden bisa diibaratkan dengan pencuri soal bagi-bagi bansos.

Menurut Hotman, Jokowi membagikan bansos sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).

"Presiden hanya simbolik di awal membagikan bansos sesuai data yang sudah ada di kementerian masing-masing. Selanjutnya, dilanjutkan kementeriannya. Jadi presiden tidak pernah membagi-bagikan bansos di luar data yang ada," ungkap Hotman.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: