Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat peningkatan kredit perbankan (month-to-month/mtm) per April 2024. Hal itu diungkap dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK yang digelar secara virtual, Senin (10/6/2024).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menuturkan, secara secara mtm kredit mengalami peningkatan sebesar Rp66,05 triliun, atau tumbuh sebesar 0,91 persen mtm.
Sementara secara tahunan, tutur Dian, kredit perbankan melanjutkan catatan positif dengan pertumbuhan double digit growth sebesar 13,09 persen (year-on-year/yoy) menjadi Rp7.310,7 triliun.
“Secara tahunan, kredit melanjutkan catatan double digit growth sebesar 13,09 persen (yoy) menjadi Rp7.310,7 triliun,” kata Dian dalam paparannya.
Sementara berdasarkan jenis pengajuan, tutur Dian, kredit investasi tumbuh lebih tinggi sebesar 15,69% yoy. Sementara kredit modal kerja, OJK mencatat sebesar Rp3.319 triliun.
Ditinjau dari kepemilikan bank, kata Dian, Bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yang tumbuh sebesar 15,42% yoy. Dia menuturkan, pertumbuhan kredit itu sejalan dengan kinerja periode sebelumnya dan target yang dicanangkan.
“Tren pertumbuhan kredit yang baik ini menunjukkan dukungan dan komitmen perbankan yang tinggi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Baca Juga: Sinergi Kemendagri dengan OJK dan TPKAD, Percepat Akses Keuangan Di Daerah
Sejalan dengan pertumbuhan kredit, tutur Dian, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan positif. Pada April 2024, DPK tercatat tumbuh sebesar 0,60% mtm atau meningkat sebesar 8,21% yoy menjadi Rp8.653 triliun, dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 11,81 persen yoy.
Di samping itu, Dian juga mencatat likuiditas industri perbankan pada April 2024 memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 113,9 persen dan 25,6 persen, atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
“Kondisi tersebut searah dengan likuiditas global yang cukup ketat di tengah kebijakan bank sentral AS yang mempertahankan suku bunga tinggi (high for longer),” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement