Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fakta dan Tantangan Industri Biodiesel di Indonesia

Fakta dan Tantangan Industri Biodiesel di Indonesia Kredit Foto: Uswah Hasanah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang mencampurkan energi terbarukan ke dalam minyak solar mencapai 30% melalui Biodiesel B30. Biodiesel B30 merupakan bahan bakar yang berasal dari campuran minyak sawit 30% dan minyak solar 70%.

Minyak sawit tidak hanya untuk makanan, tetap juga bisa digunakan sebagai sumber energi Indonesia yang ramah lingkungan.

Minyak kelapa sawit dapat diolah menjadi green diesel pengganti minyak solar, green gasoline pengganti bensin, dan bioavtur pengganti avtur fosil. Selain itu, cangkangnya biasa menjadi biomass sebagai bahan baku biomassa pembangkit listrik.

Apa saja fakta dan tantangan dari industri biodiesel di Indonesia, khususnya untuk sawit?

Dari Nett Importer hingga Penyedia Lapangan Kerja

Disampaikan oleh Suwandi Winardi Wakil Ketua Umum Bidang Rantai Pasok Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Indonesia menjadi net importer untuk minyak bumi pertama kali pada tahun 2005 – 2006.

Hal tersebut saat itu berpengaruh terhadap neraca perdagangan di tahun-tahun tersebut apalagi saat itu terjadi krisis minyak yang mana minyak bumi mencapai 100 dollar per barrel.

Produksi biodiesel di dunia dan asia pasifik, khususnya Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Dan Indonesia, melalui program mandatory yang diberlakukan pemerintah menjadi salah satu kontributor dari peningkatan volume tersebut.

Di sisi lain, Suwandi juga mengungkapkan bahwa industri biodiesel di Indonesia berperan penting dalam mengatasi kemiskinan serta penyediaan lapangan kerja. Selain itu, program tersebut sejalan dengan keinginan pemerintah untuk mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca sehingga lebih ramah lingkungan.

“Total kapasitas terpasang di Indonesia untuk biodiesel sendiri mencapai 20 juta kiloliter per tahunnya dengan investasi mencapai 2 miliar USD,” kata Suwandi dalam seminar bertema Menakar Keseimbangan Produksi CPO untuk Kebutuhan Domestik dan Ekspor: Urgensi dan Tantangannya, beberapa waktu lalu, Rabu (19/6/2024).

Tak lupa dirinya menyampaikan gambaran industri sawit secara keseluruhan. Suwandi mengatakan bahwa ekspor minyak sawit (CPO) lebih banyak diekspor dalam bentuk produk yang sudah diproses (process product), produk setengah jadi, atau produk jadi. Dari total semua produksi sawit Indonesia yang mencapai 50 juta-an ton, biodiesel mengonsumsi sekitar 10 juta ton.

“Untuk program B35 sendiri di tahun 2025 proyeksinya adalah akan mengonsumsi sekitar 13 juta kiloliter atau setara 10 juta ton itu juga setara dengan 129 hari dari produksi minyak Indonesia. juga kami proyeksikan ini akan mengurangi sekitar 33,7 juta ton C20 gas rumah kaca,” jelasnya. 

Pihaknya juga menyebut jika perkembangan industri biodiesel di Indonesia mengalami kemajuan yang signifikan. Ini terlihat dari banyaknya permintaan yang berkelanjutan untuk sertifikasi baik dari ISPO dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Baca Juga: Dukung Keberlanjutan Kelapa Sawit, BPDPKS Siapkan Lima Program Pokok Ini

Tantangan Industri Biodiesel di Indonesia

Namun, di balik banyaknya kemajuan industri biodiesel, Suwandi mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi baik dari dalam maupun luar negeri. Pasalnya, selama 10 tahun terakhir, pemerintah menaikkan blending rate dari B20, B30, B35 dan ke depannya yakni B40.

“ketika blending tersebut naik ada kenaikan atau spesifikasi yang dituntut oleh SNI yang ditetapkan oleh pemerintah dan itu juga menjadi tantangan bagi produsen itu sendiri. baik untuk produksinya atau penyimpanannya,” tuturnya.

Selain faktor tersebut, dirinya juga memaparkan tantangan lainnya yang menjadi fokus bersama sebagai pemangku kepentingan/stakeholder sawit yakni produktivitas sawit Indonesia itu sendiri. pihaknya menegaskan bahwa mereka memiliki perhatian serius terhadap produksi-produksi nasional yang harus diseimbangkan dengan rencana pemerintah dalam menaikkan blending rate untuk ketahanan energi Indonesia.

“Untuk biodiesel sendiri ke depannya yang sering digaungkan adalah B40/B50 juga beberapa kali kita mendengar adanya rencana pemerintah untuk bio avtur atau grand diesel itu kita sebagai asosiasi masih menunggu roadmap dari pemerintah apakah yang akan dicanangkan ke depan,” ucapnya. 

Dalam 10 tahun terakhir, sambungnya, biodiesel di Indonesia menjadi suatu program yang dipandang berhasil. Maka dari itu, pihaknya berharap adanya sinergi yang kuat baik dari stakeholder sawit, pemerintah, pusat riset, produsen dari hulu dan hilir, serta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: