Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Keberlanjutan Sawit Indonesia Tergantung dan Terkendala Regulasi

Keberlanjutan Sawit Indonesia Tergantung dan Terkendala Regulasi Kredit Foto: Antara/Rahmad
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), Sugianto Sabran, mengatakan bahwa diperlukan kepatuhan terhadap berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan seperti Hak Guna Usaha (HGU) dan Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) agar perkebunan kelapa sawit bisa berkelanjutan dan berdaya saing.

Saat ini, terdapat 191 unit perkebunan kelapa sawit operasional di Kalteng dengan total luas sekitar 2,2 juta hektare. Dari jumlah tersebut, 128 unit di antaranya telah memenuhi kewajiban FPKM atau Plasma. Sementara itu, 72 sisanya masih dalam proses pemenuhan kewajiban.

Terkait dengan hal tersebut, Sugianto memaparkan beberapa kendala dalam pelaksanaan FPKM. Antara lain belum semua perkebunan besar merealisasikan FPKM minimal 20% dari luas lahan, sulitnya melakukan pelepasan kawasan hutan atas lahan tersedia di sekitar perkebunan besar di luar areal perizinan, dan tumpang tindih kebijakan khususnya dalam alokasi penyediaan lahan untuk kebun masyarakat.

Dia menjelaskan bahwa pihaknya sudah berupaya mengatasi kendala tersebut dengan beberapa hal. Di antaranya mengusulkan revisi Perda Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun 2015 tentang Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang tidak mengacu pada Permenhut 529 Tahun 2012, dan mengusulkan alokasi Areal Penggunaan Lain (APL) sebesar 46% serta 54% untuk Kawasan Hutan. Harapannya, hal tersebut bisa mendorong tersedianya alokasi APL bagi pembangunan kebun masyarakat.

Baca Juga: BRIN: 16 Juta Lapangan Kerja Diciptakan Industri Kelapa Sawit Indonesia

Selain itu, semua perkebunan besar di Kalteng wajib untuk merealisasikan pembangunan kebun untuk masyarakat atau plasma, khususnya yang ada sebelum tahun 2007.

“Perkebunan yang sudah atau belum memiliki HGU sebelum tahun tersebut wajib melakukan Kegiatan Usaha Produktif Perkebunan (KUPP) dengan pola perhitungan Nilai Optimum Produksi (NOP) yangsesuai dengan Surat Edaran Dirjen Perkebunan Nomor B-347 Tahun 2023 dan SK Dirjen Perkebunan Nomor 152 Tahun 2023,” ucap Sugianto dalam keterangan tertulis yang diterima Warta Ekonomi, Senin (01/7/2024).

Dirinya secara khusus juga meminta kepada Kepala Dinas Perkebunan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengawal penerapan NOP sebagai solusi atas pelaksanaan kewajiban FPKM 20% karena ketidaktersediaan lahan.

Di sisi lain, pembinaan dan pengawasan terhadap perkebunan yang sedang dalam masa pembangunan juga perlu dilakukan guna merealisasikan kebun masyarakat sesuai dengan perizinan yang diberikan.

“Saya juga meminta dukungan pemerintah pusat terkait regulasi agar terjadi sinergisitas antar kementarian/lembaga, terutama mengenai aturan dalam alokasi penyediaan lahan untuk kebun masyarakat supaya tidak ada multitafsir,” kata Sugianto.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: