
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menjelaskan bahwa para pengusaha menyoroti upaya peningkatan produksi minyak sawit yang berisiko bakal terhambat saat dana pungutan ekspor crude palm oil (CPO) akan digunakan untuk pengembangan kakao dan kelapa sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Di sisi lain, pengusaha kelapa sawit pun waswas jika produksi minyak sawit dalam negeri mandek imbas adanya tugas baru Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mengurus dua komoditas tersebut.
Baca Juga: Luhut Sebut Banyak Perusahaan Sawit Tak Punya NPWP, Gapki: Anggota Kami Aman
Sebagai informasi, Presiden Jokowi menginginkana agar BPDPKS yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tersebut agar membantu melakukan subsidi silang untuk dana riset kakao dan kelapa, selain hanya mengurus perkebunan kelapa sawit saja.
Padahal, menurut Eddy, pengusaha sawit melihat kenyataan selama ini peningkatan produktivitas kelapa sawit sangat mendesak. Hal ini disebabkan, dalam lima tahun terakhir produksi minyak sawit Indonesia stagnan di kisaran 51 juta ton sebagai akibat dari produktivitas tanaman yang terus merosot.
Berdasarkan data yang dihimpun Gapki dari Oil World, produktivitas kebun sawit Indonesia pada tahun 2022 tercatat di level 3,31 ton CPO per hektare per tahunnya. Angka tersebut masih berada jauh di bawah produktivitas Malaysia di kisaran 3,56 ton CPO per hektare per tahunnya.
"Kami melihat produktivitas kita ini turun, dan lima tahun terakhir produksi stagnan, oleh karena itu perlu percepatan replanting, utamanya PSR [peremajaan sawit rakyat]," ujar Eddy dalam keterangannya di media, dikutip Warta Ekonomi, Jumat (12/7/2024).
Baca Juga: RSPO Miliki Anggota Baru, Tambahan untuk Ekosistem Sawit Berkelanjutan
Alih-alih menambah tugas BPDPKS, Eddy menyoroti urgensi lain yang perlu dikebut. Salah satunya adalah peremajaan sawit. Sebabnya, konsumsi di dalam negeri tiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Apalagi, adanya mandatori biodiesel dirasa bakal mendongkrak penggunaan minyak sawit untuk energi.
Selanjutnya, pada tahun 2020 berdasarkan data yang dihimpun oleh Gapki, konsumsi minyak sawit Indonesia mencapai 17,34 juta ton. Pada tahun 2021 sebanyak 18,42 juta ton. Pada tahun 2022 sebanyak 21,14 juta ton dan 2023 sebanyak 23,21 juta ton. Ironisnya, realisasi penyaluran dana BPDPKS untuk program PSR masih jauh dari target yang diharapkan.
Realisasi penyaluran dana untuk peremajaan sawit rakyat (PSR) pada tahun 2023 berdasarkan laporan kinerja BPDPKS tercatat Rp1,59 triliun untuk luas lahan 53.012 hektare. Capaian tersebut masih jauh dari target Presiden Jokowi sejak tahun 2016 silam yakni seluas 180.000 hektare per tahunnya. Sedangkan, realisasi program PSR pada semester I/2024 tercatat seluas 18.484 hektare. Adapun, secara total luas lahan PSR sejak 2016 tercatat sebesar 344.792 hektare.
Baca Juga: Dampak Kampanye Anti Sawit Ternyata Rugikan Uni Eropa
"Jadi apabila kondisi produktivitas dan produksi seperti ini sebaiknya fokus terlebih dahulu membiayai sawit," katanya.
Untuk diketahui, Presiden Jokowi pada Rabu (10/7/2024) bakal menambah tugas BPDPKS untuk mengelola komoditas kakao dan kelapa. Berdasarkan keterangan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), Zulkifli Hasan alias Zulhas, pihaknya sempat mengusulkan kepada Jokowi agar tata kelola kakao dan kelapa diurus oleh badan sendiri. namun Jokowi tidak setuju dan meminta BPDPKS mengurusnya.
Baca Juga: BPDPKS Diminta Jokowi Urus Kakao dan Kelapa, Tak Hanya Sawit
"Diputuskan digabung di situ ditambah satu divisi itu kakao dan kelapa, untuk subsidi silang, paling kurang untuk pengembangan bibitnya. Mungkin nanti ada risetnya, tapi itu digabungkan ke BPDPKS. Sawit, kakao, kelapa kan mirip-mirip," kata Zulhas kepada wartawan di Istana Negara, Rabu (10/7/2024).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement