Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pantas Kemiskinan Daerah Kaya Tambang Tinggi, Kementerian ESDM Ungkap Banyak yang Cari Untung Sesaat

Pantas Kemiskinan Daerah Kaya Tambang Tinggi, Kementerian ESDM Ungkap Banyak yang Cari Untung Sesaat Kredit Foto: ESDM
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap bahwa operasional tambang ilegal (PETI) menyebabkan anomali yang membuat kekayaan sumber daya alam (SDA) yang dimiliki suatu daerah tidak dapat mendongkrak kesejahteraan masyarakat dan menuntaskan kemiskinan. 

Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis, M Idris F Sihite mengatakan bila berdasarkan hasil diskusi Kementerian ESDM dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menyimpulkan adanya anomali terhadap pengelolaan sumber daya alam di sejumlah wilayah Indonesia yang kaya akan sumber daya alam yang justru angka kemiskinannya cukup tinggi, salah satunya adalah Provinsi Sumatera Selatan.

"Provinsi Sumsel merupakan salah satu lokasi PETI terbanyak di Indonesia,” ungkap Sihite, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) terkait Tata Kelola Pertambangan (Minerba dan Migas), Kontribusinya Bagi Penerimaan Negara dan Perspektif Tindak Pidana di Bidang Pertambangan di Wilayah Sumsel, Palembang, Kamis (18/7/2024).

Padahal kata Sihite Sumsel merupakan pemegang kekayaan cadangan batubara terbesar kedua di Indonesia dengan kandungan mencapai 9,3 miliar ton.

Baca Juga: Mulyanto Desak Jokowi Hadirkan Satgas Pertambangan Ilegal di Indonesia

Di tahun 2023 saja, Sumsel mencatatkan produksi batubara mencapai 104,68 juta ton. Produksi ini mampu menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp9,898 triliun (iuran tetap sebesar Rp66,4 milyar dan royalti sebesar Rp9,832 triliun), tapi tetap Sumsel tidak mampu mengurangi tingkat kemiskinan.

Salah satu penyebab dari anomali tersebut menurut Sihite adalah banyaknya pertambangan tanpa izin di Provinsi Sumatera Selatan yang mencari keuntungan sesaat tanpa menghiraukan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan bertanggung jawab.

Menurut Sihite, penghentian anomali pengelolaan SDA tersebut membutuhkan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, masyarakat sipil, dan akademisi.

"Ini pekerjaan rumah kita bersama untuk mengatasi persoalan tersebut, apakah tata kelola sumber daya alam sudah sejalan dengan tujuan pasar 33 UUD 1945, yakni sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat," tutur Sihite.

Kepada para jaksa yang hadir dalam FGD, Sihite mengharapkan agar dapat melakukan reformulasi strategi pengungkapan perkara PETI berbasis scientific evidence dan 'catch the big fish'.

Baca Juga: Rugikan Negara, Kasus Tambang Emas Ilegal oleh WNA Tiongkok Diserahkan ke Kejaksaan

"Semua komoditas tambang punya indentitas seperti DNA, sehingga dapat diidentifikasi menggunakan pendekatan scientific evidence, yang basisnya terukur di laboratorium. Bukti ilmiah merupakan bukti yang tidak terbantahkan untuk menghitung kerugian negara dari praktek pertambangan illegal," tutup Sihite.

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Siti Sumilah Rita Susilawati mengungkapkan pentingnya sinergi berbagai pemangku kebijakan untuk memastikan setiap tahapan pengelolaan minerba dan migas dilakukan secara transparan dan akuntabel.

"Regulasi harus ditegakkan secara konsisten dan pengawasan harus dilakukan secara ketat. Kita perlu memastikan setiap pelaku usaha mematuhi peraturan yang berlaku dan bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan," tutup Rita.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: