"Nah, PKS berondolan ini juga menyebabkan rendemen kita turun karena berondolannya tidak ada. Padahal berondolan itu untuk menghitung penetapan harga. Jadi sekarang serba susah," katanya.
Baca Juga: Target 60.000 Ha Peremajaan, Begini Cara PalmCo Gandeng Semua Petani Sawit Indonesia
Lebih lanjut, dirinya juga mengaitkan keberadaan PKS tanpa kebun ini dengan adanya dugaan upaya mengakali pajak ekspor sawit. Sebabnya, hasil olahan berondolan akan berbentuk Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit. Sehingga, pungutan ekspor POME ini tentunya jauh lebih rendah dibandingkan dengan ekspor dalam bentuk minyak sawit mentah (CPO).
"Sekarang itu ekspor POME, limbah cair yang tadinya 200 ribu ton per tahun, naik jadi hampir 2 juta ton. Setelah diselidik-selidik ada permainan di situ," katanya dalam seminar “Kemana Arah Kemitraan Sawit?” di ajang Sawit Indonesia EXPO 2024 di Pekanbaru Riau 8-10 Agustus 2024.
Baca Juga: Dari Naik Pesat Jadi Turun, Ada Apa dengan Ekspor Lidi Nipah dan Lidi Sawit Indonesia?
Ternyata, lanjutnya, levy atau pungutan ekspornya POME hanya 5 dolar AS, sementara PE dan BK (CPO) itu hampir 150 dolar AS per ton. Dia mengungkapkan POME yang diekspor tersebut untuk bahan baku energi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement