- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Tarif Pungutan Ekspor Indonesia Berubah, Harga CPO Diprediksi Bullish Hingga Akhir Tahun
Research and Development ICDX, Girta Yoga, mengatakan bahwa sentiment yang mendorong harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) adalah perubahan kebijakan pemerintah Indonesia terkait pungutan ekspor yang baru-baru ini dilakukan.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 62 Tahun 2024 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Melihat hal tersebut, Girta mengungkapkan bahwa perubahan kebijakan ekspor pemerintah Indonesia akan menjadi pendorong CPO dunia dalam tren bullish.
Aturan tersebut bisa memengaruhi harga CPO dunia lantaran posisi krusial Indonesia sebagai produsen terbesar pertama. Sehingga, dengan penurunan bea ekspor tersebut akan mendorong peningkatan di sisi permintaan.
Baca Juga: Kemenkeu Resmi Perbaui Tarif Pungutan Ekspor CPO
“Yang secara tidak langsung akan turut membuat harga CPO dunia menguat," ucap Girta, Rabu (25/9/2024).
Tren bullish di satu sisi juga menguat seiring isyarat dari pemerintah Malaysia untuk melakukan pemangkasan pajak pada sektor tertentu, terutama pasca India membatalkan pembelian CPO baru-baru ini. Kemudian, di sisi pasokan, juga ada proyeksi penurunan output baik di Indonesia maupun Malaysia.
Potensi tren bullish untuk bertahan menurut Girta masih cukup kuat. Pasalnya, dia mengamati ada sejumlah sentiment yang dapat mendukung prospek harga CPO.
“Pertama, pertimbangan produksi yang lebih rendah di dua negara produsen utama CPO, yakni Indonesia dan Malaysia. Kedua, dari sisi permintaan berpotensi menguat seiring dengan gencarnya upaya pemerintah China dalam memberikan stimulus. Ketiga, potensi kenaikan permintaan dari Uni Eropa menjelang pemberlakuan efektif kebijakan deforestasi pada akhir Desember mendatang,” ungkapnya.
Dus, ICDX memperkirakan harga CPO pada akhir tahun ini berpotensi menemui level resistance di kisaran RM 4.300-RM 4.400 per ton. Sementara jika mendapat katalis negatif, maka harga berpotensi turun menuju level support di kisaran harga RM 3.500-RM 3.400 per ton.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement