Children Call for Enhanced Online Safety Measures at 2024 ASEAN ICT Forum
Kredit Foto: Unsplash/Árpád Czapp
Anak-Anak Meminta Peningkatan Langkah-Langkah Keamanan Online di Forum ICT ASEAN 2024
Dalam Forum ICT ASEAN 2024 yang baru saja berlangsung mengenai Perlindungan Anak di Dunia Maya, anak-anak dan remaja meminta perwakilan ASEAN untuk menjadikan internet lebih aman bagi semua orang. Mereka menegaskan bahwa melindungi anak-anak secara online adalah tanggung jawab bersama. Anak-anak mengajukan permintaan sebagai berikut:
- Membuat hukum dan kebijakan lebih mudah dipahami oleh anak-anak.
- Memperluas akses layanan, terutama bagi anak-anak dengan disabilitas, anak-anak putus sekolah, dan mereka yang tinggal di daerah terpencil serta kurang terlayani.
- Membangun literasi media digital untuk mengedukasi anak-anak, orang tua, dan pendidik mengenai keselamatan online.
“Keamanan online anak-anak memerlukan respons multi-pihak lintas negara. Kita harus bekerja sama dengan pemerintah dan mitra industri untuk memastikan pengalaman online yang lebih aman bagi anak-anak. Ini berarti menerapkan keselamatan berdasarkan desain, menyematkan langkah-langkah perlindungan yang sesuai usia, pembatasan konten, dan interaksi yang lebih aman—memastikan tidak ada kontak langsung antara orang dewasa dan anak-anak—sementara juga menangani eksploitasi antar teman sebaya. Tujuan kami adalah agar anak-anak memiliki pengalaman yang aman dan tanpa hambatan, baik online maupun offline,” kata Hanneke Oudkerk, Direktur Regional Asia ChildFund International.
“Anak-anak meminta sistem yang meningkatkan keselamatan mereka tanpa langkah-langkah invasif seperti verifikasi identitas. Mereka ingin merasa aman secara online tetapi juga ingin menjaga kebebasan untuk mengekspresikan diri tanpa merasa diawasi atau dibatasi secara terus-menerus,” tambah Oudkerk.
Rekomendasi ini muncul setelah proses konsultasi yang ekstensif dengan lebih dari 5.600 anak-anak dan remaja yang dipimpin oleh ChildFund International dan UNICEF. Hasil konsultasi mengungkapkan bahwa hanya 18% guru yang memberikan informasi tentang keselamatan online kepada anak-anak. Hanya 2% orang tua peserta yang mengetahui tentang keselamatan online. Hanya sedikit lebih dari setengah anak-anak dan remaja yang mengetahui hukum yang melindungi mereka dari kekerasan online. Hanya 39% yang percaya bahwa hukum tersebut sangat efektif.
Inisiatif keselamatan online seperti proyek Swipe Safe dari ChildFund mempromosikan perlindungan anak secara online bersama anak-anak, orang tua, pekerja garis depan, dan penegak hukum di seluruh spektrum pencegahan dan respons.
Konsultasi dilakukan melalui survei online dan diskusi kelompok fokus, yang akhirnya berpuncak pada konsultasi nasional yang menyebar di Semarang, Lampung, Kupang, dan Jakarta, memastikan perwakilan dari berbagai kelompok anak seperti anak-anak dengan disabilitas, mereka yang tinggal di daerah terpencil dan kurang terlayani, serta komunitas perkotaan. Pejabat pemerintah kunci dari unit kejahatan siber kepolisian dan unit perlindungan anak juga dilibatkan dalam konsultasi ini.
Diskusi di Forum ICT ASEAN juga berpusat pada pengalaman online dari berbagai gender, yang berpengaruh pada cara korban penyalahgunaan online mendapatkan dukungan. “Mengambil pendekatan yang berfokus pada korban memperkuat sistem perlindungan dan mendorong respons yang lebih penuh empati, berbasis trauma, dan efektif terhadap perlindungan anak online,” ulang Jessica Leslie, Direktur Perlindungan Online, ChildFund International.
“Intervensi dukungan untuk korban harus melibatkan keluarga dan komunitas untuk menyediakan ekosistem yang sensitif dan responsif bagi para korban,” kata Reny Haning, Spesialis Perlindungan dan Advokasi Anak, ChildFund International di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement