Sidang keempat perkara pidana sumpah palsu dengan terdakwa Ike Farida, seorang advokat, dan doktor ahli hukum ketenagakerjaan ternama, pada, Senin (21/10) berlanjut dengan agenda putusan sela.
Dalam putusan sela yang dibacakan Majelis Hakim menolak semua eksepsi terdakwa dan dinyatakan bahwa sidang akan dilanjutkan ke pokok perkara dengan mendengarkan keterangan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU), kemudian dilanjutkan ke pemeriksaan saksi pihak terdakwa Ike Farida. Sedangkan terkait permohonan penangguhan penahanan yang dimohonkan Ike masih dalam pertimbangan Majelis Hakim.
Berdasarkan data sistem informasi penelusuran perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan disebutkan bahwa penahanan Ike Farida dimulai sejak 4 September 2024 ketika dalam penyidikan oleh Kepolisian Polda Metro Jaya.
Pada saat bersamaan, di luar ruang sidang terdapat pengunjung pendukung Ike Farida yang mengenakan kaos merah dan kuning yang menyuarakan keadilan untuk Ike Farida, dan di lain pihak terdapat juga kelompok ibu-ibu cantik pendukung penegakan hukum untuk Ike Farida yang mengenakan baju biru.
Baca Juga: Prabowo Diminta Soroti Kasus Mardani H Maming: Jaga Keadilan Hukum
Kelompok pendukung penegakan hukum membagikan selebaran yang berisi uraikan peritiwa dugaan tindak pidana sumpah palsu yang dilakukan Ike Farida. Dalam uraian tersebut dijelaskan bahwa perkara pidana ini dilatarbelakangi sejak tahun 2012 ketika Ike Farida tidak bisa membuat PPJB dan AJB karena bersuamikan warga negara asing dan tidak memiliki perjanjian perkawinan pisah harta. Karena tidak terima, Ike kemudian menggugat Pengembang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, karena gugatan ditolak hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung, Ike mengajukan peninjauan kembali.
“Kalau melihat kronologis sejak tahun 2012, nampak terlihat bahwa dari sisi Pengembang telah berupaya menyelesaikan perkara ini melalui jalur di luar pengadilan dengan menawarkan pengembalian uang kepada Ibu Ike, bahkan pada tahun 2014 pengembang berupaya mengembalikan uang melalui konsinyasi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan dikabulkan, namun Ibu Ike Farida tetap menolak. Hal inilah yang membuat perkara ini berkepanjangan”, jelas syarifah, salah seorang Ibu dari kelompok pendukung penegakan hukum.
Perkara pidana sumpah palsu yang dialami Ike bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diawali oleh laporan polisi oleh Pengembang karena ulah Ike Farida melalui kuasa hukumnya mengajukan bukti baru atau novum dalam permohonan banding pada tahun 2020. Dalam berita acara sumpah penemu bukti baru yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Nurindah M.M. Simbolon, dinyatakan bahwa novum yang diajukan baru ditemukan tanggal 22 Februari 2020 di kantor hukum Farida Law Office dan novum belum pernah diajukan pada perkara terdahulu.
Atas perbuatan membuat sumpah yang diwakili kuasa hukumnya tersebut, Ike Farida akhirnya dilaporkan pengembang ke Polda Metro Jaya dengan dugaan tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu. Dalam dakwaan Jaksa yang diakses pada sistem informasi penelusuran perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jaksa mendakwa Ike Farida dengan pasal 242 Ayat (1) Undang-Undang Hukum Pidana jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan ke-2 Undang-Undang Hukum Pidana.
Baca Juga: Kasus Dugaan Penipuan Pengadaan Videotron, WNA Minta Kapolda Metro Jaya Turun Tangan
Pada tempat terpisah, Pakar Hukum Pidana, Dr. Adi Darmawansyah berpendapat soal penerapan pasal 242 tentang sumpah palsu dan keterangan palsu. "Seseorang yang didakwa sumpah palsu haruslah memenuhi unsur-unsur objektif yaitu ada keterangan di atas sumpah, keterangan itu diwajibkan Undang-Undang, dan keterangan itu tidak benar atau palsu dan kepalsuan itu diketahui oleh pemberi keterangan, dilakukan secara lisan atau tulisan, serta memenuhi unsur subjektif kesalahan itu dilakukan dengan sengaja oleh pribadi atau oleh kuasanya," kata Akademisi dari Universitas Bung Karno ini.
Lebih lanjut Adi menjelaskan, “Jika dihubungkan dengan Pasal 55 KUHP maka ini akan terkait dengan tindak pidana penyertaan atau deelneming yaitu apabila dalam satu delik, tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu orang, dimana pertanggungjawaban berdiri sendiri-sendiri atau pertanggungjawaban satu orang digantungkan dari perbuatan peserta yang lain. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan ke-2 KUHP yaitu mereka yang melakukan perbuatan, mereka yang menyuruh melakukan, mereka yang turut serta melakukan dan yang menganjurkan”.
Sebaliknya, Kuasa Hukum Ike, Agustrias Andika menyatakan bahwa seharusnya mantan kuasa hukum Ike Farida yang bernama Nurindah M.M. Simbolon yang dipidana, karena kliennya tidak pernah menyuruh atau memberikan kuasa Nurindah untuk mewakili dirinya mengucapkan sumpah di hadapan Pengadilan ketika mengajukan bukti baru atau novum, oleh karena itu kuasa hukum sebelumnya telah dilaporkan ke Peradi dengan dugaan pelanggaran etik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement