Kebijakan Kemasan Rokok Tanpa Identitas Dinilai akan Pengaruhi Target Pertumbuhan Ekonomi
Pelaku usaha dan pedagang mendesak agar Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) tentang penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek segera dibatalkan. Kebijakan ini dianggap mengancam sektor industri hasil tembakau yang berperan besar dalam perekonomian nasional, terutama di wilayah yang bergantung pada industri ini, seperti Jawa Timur.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menilai kebijakan tersebut dibuat tanpa kajian mendalam dan melibatkan pihak terkait. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini dapat merugikan banyak pihak, mulai dari petani hingga pedagang kecil yang mengandalkan rokok sebagai sumber penghidupan. “Nasib toko kelontong dan pedagang kecil sangat bergantung pada kebijakan ini. Jika disahkan, dampaknya akan serius,” kata Adik dalam diskusi di Jakarta, 5 November 2024.
Adik juga mengkritik kebijakan ini karena berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal akibat penghapusan identitas merek yang seharusnya menjadi pembeda dan alat untuk mencegah pemalsuan. “Tanpa identitas, risiko pemalsuan meningkat, merugikan pemerintah dan masyarakat,” ujarnya.
Industri tembakau, khususnya di Jawa Timur, memberikan kontribusi besar pada ekonomi daerah dengan menyumbang pajak daerah senilai Rp19,6 triliun. Industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja, termasuk penyandang disabilitas yang bekerja di sektor ini mencapai 4%, jauh di atas ketentuan nasional yang hanya 1%.
Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrohman, menyuarakan kekhawatiran serupa. Menurutnya, kebijakan ini akan mendorong masuknya rokok ilegal ke pasar tradisional, yang pada akhirnya menggerus pendapatan pedagang. “Konsumen beralih ke rokok murah, dan kini muncul risiko masuknya rokok ilegal. Omzet pedagang bisa turun lebih jauh,” paparnya.
Para pelaku usaha dan pedagang berharap pemerintah melakukan kajian ulang terhadap kebijakan ini agar mempertimbangkan kepentingan semua pihak. “Kami hanya berharap regulasi ini dikaji ulang, melibatkan semua pemangku kepentingan untuk menjaga keseimbangan ekonomi dan kesehatan,” pungkas Mujiburrohman.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement