Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rokok Ilegal Kian Marak, Penerimaan Negara Tergerus hingga Rp5,76 Triliun

Rokok Ilegal Kian Marak, Penerimaan Negara Tergerus hingga Rp5,76 Triliun Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peredaran rokok ilegal di Indonesia terus meningkat, mengakibatkan kerugian penerimaan negara mencapai Rp5,76 triliun setiap tahunnya. Berdasarkan hasil kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE-FEB UB), kenaikan tarif cukai rokok tanpa diimbangi kemampuan daya beli masyarakat mendorong konsumen beralih ke produk ilegal yang lebih murah.

"Setiap kenaikan tarif cukai yang tidak seimbang dengan daya beli masyarakat akan meningkatkan peredaran rokok ilegal," ujar Prof. Candra Fajri Ananda, Direktur PPKE-FEB UB, dalam paparan hasil kajian bertajuk Membangun Sinergi Kebijakan Cukai dan Pemberantasan Rokok Ilegal sebagai Pondasi Penguatan Ekonomi Nasional, Selasa (5/11/2024).

Prof. Candra menjelaskan, meski kenaikan tarif cukai bertujuan menekan konsumsi rokok, sebagian besar konsumen justru mencari alternatif rokok ilegal yang lebih murah. Kondisi ini menyebabkan hilangnya potensi penerimaan cukai negara hingga triliunan rupiah setiap tahun.

Baca Juga: Kebijakan Kemasan Rokok Tanpa Identitas Dinilai akan Pengaruhi Target Pertumbuhan Ekonomi

Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Eko Harjanto, menyebutkan bahwa penindakan terhadap rokok ilegal perlu dilanjutkan dengan kolaborasi yang kuat antar-lembaga. “Bea Cukai tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan kontribusi penegak hukum lainnya untuk memberantas rokok ilegal hingga tuntas,” katanya.

Dari perspektif Kementerian Ketenagakerjaan, Koordinator Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Mediator Hubungan Industrial Feryando Agung Santoso menyoroti dampak ekonomi rokok ilegal, khususnya pada pekerja di sektor tembakau. Menurutnya, keberlanjutan industri hasil tembakau harus dijaga, mengingat banyaknya tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini.

Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menegaskan bahwa peredaran rokok ilegal merupakan salah satu tantangan terbesar dalam optimalisasi penerimaan cukai. “Tingginya selisih harga antara rokok legal dan ilegal mendorong konsumen beralih ke rokok ilegal,” ujarnya.

Baca Juga: Aturan Kemasan Polos Picu Rokok Ilegal

Bea Cukai juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Bareskrim Polri dalam memantau peredaran rokok ilegal di pasar online. Nirwala menggarisbawahi pentingnya kesadaran kolektif semua pihak dalam pemberantasan rokok ilegal yang berkelanjutan.

Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo, turut mengapresiasi hasil kajian PPKE-FEB UB tersebut. Menurutnya, fenomena downtrading atau penurunan kelas konsumen akibat tingginya tarif cukai tembakau menjadi perhatian khusus di Komisi XI DPR. Andreas menekankan pentingnya mempertimbangkan rencana kenaikan harga jual eceran (HJE) tembakau yang dapat memicu dampak ekonomi lebih luas.

"Kami berharap hasil kajian ini dapat menjadi bahan masukan terkait rencana kenaikan HJE tembakau, karena akan mempengaruhi ekonomi dan penerimaan pajak," ujar Andreas.

Studi ini memperlihatkan bahwa pemberantasan rokok ilegal membutuhkan sinergi yang kuat antara bea cukai, penegak hukum, serta kementerian terkait untuk menjaga keberlanjutan penerimaan negara di tengah tantangan kebijakan cukai yang terus meningkat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: